Obligasi Global BTEL Tawarkan Bunga Tinggi



JAKARTA. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) baru saja merampungkan proses penawaran obligasi global senilai US$ 250 juta. Kemungkinan, perusahaan telekomunikasi milik Grup Bakrie ini akan memberikan bunga yang cukup tinggi.

"BTEL menetapkan kupon bunganya di kisaran 11,5%," kata seorang sumber seperti dikutip Reuters, dua hari lalu. Menurut dia, kisaran bunga yang ditawarkan BTEL dalam roadshow ke investor di luar negeri sebesar 11,5% hingga 11,75%.

"Tawaran BTEL tidak begitu kuat, sehingga investor asing khawatir," imbuh trader, yang berlokasi di Singapura itu. Padahal, obligasi dengan jangka waktu lima tahun ini dikabarkan cukup mendapat banyak permintaan. Permintaan yang masuk disebut-sebut mencapai U$ 600 juta.


Dari jumlah tersebut, sebanyak 49% peminat obligasi BTEL berasal dari kawasan Asia. Sementara sebesar 38% diserap investor Amerika Serikat, dan sisanya diborong oleh investor Eropa. Sedangkan 89% pembeli surat utang tersebut merupakan fund manager. Sisanya adalah bank dan investor lainnya.

Buat bayar utang

Namun, Direktur BTEL, Rahmat Junaidi, belum mau berkomentar tentang hasil penjualan obligasi tersebut. "Tanya Pak Abi saja, saya belum dapet up date-nya," kilahnya, kemarin (4/5). Sementara Jastiro Abi, Direktur Keuangan BTEL, juga belum mau membuka mulut. "Saya tidak mau komentar dulu tentang obligasi," ujar dia.

Seperti pernah diberitakan KONTAN, BTEL telah menunjuk Credit Suisse, Bank of America Merrill Lynch, dan Morgan Stanley sebagai penjamin emisi obligasi. Rencananya, dana hasil obligasi tersebut untuk membayar utang kepada tiga bank internasional. Yakni: Credit Suisse senilai US$ 25 juta, Bank of America Merrill Lynch US$ 10 juta, dan Morgan Stanley sebesar US$ 10 juta.

BTEL juga akan membayar utang kepada lembaga keuangan asing yang dikoordinir oleh Credit Suisse. Sisa utang yang harus dibayar BTEL mencapai US$ 130 juta.

Selain itu, sebesar US$ 75 juta dari dana hasil obligasi akan dialokasikan untuk menutup kebutuhan belanja modal BTEL tahun ini yang mencapai US$ 200 juta. Belanja modal itu untuk membiayai pengembangan jaringan telekomunikasi.

Pengamat pasar modal, Arief Budi Satria, menilai, kupon obligasi BTEL tinggi karena investor asing masih khawatir dengan ekonomi dunia. "Apalagi, sebagian besar dananya untuk membayar utang," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test