Obligasi global mulai kehilangan peminat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah dan kondisi pasar obligasi yang belum stabil membuat penerbitan obligasi global atau global bond bagi korporasi menjadi lebih berisiko. Karena itu, beberapa perusahaan memilih menunda rencana penerbitan obligasi berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS).

Contoh, PT Intiland Development Tbk (DILD). Perusahaan properti ini memutuskan menunda sementara rencana penerbitan obligasi global senilai US$ 250 juta. Serupa, pada Juli silam, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) juga memilih menunda sementara penerbitan obligasi global sebesar US$ 750 juta.

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan, saat ini era suku bunga rendah, baik di ranah domestik maupun global, sudah lewat. Hal itu membuat sebagian emiten berpikir ulang untuk menerbitkan obligasi global.


Sebab, emiten perlu menyiapkan cost of fund yang lebih besar. Investor kini menuntut kupon lebih tinggi dari suku bunga acuan yang terus naik.

Selain itu, perusahaan yang menerbitkan global bond juga berhadapan dengan risiko rugi kurs. Saat ini kurs dollar AS masih cenderung menguat terhadap rupiah.

Alhasil, cost of fund dari emiten yang bersangkutan berpotensi membengkak. Pasalnya kebutuhan dollar AS untuk pembayaran kupon akan meningkat. "Dengan kecenderungan rupiah akan tertekan akibat kenaikan suku bunga acuan AS, pilihan untuk menerbitkan obligasi global masih berisiko," ujar Fikri.

Head of Fixed Income Fund Manager Prospera Asset Management Eric Sutedja menambahkan, kondisi kian pelik jika emiten tersebut memperoleh pendapatan dalam rupiah sedangkan kupon obligasi yang mesti dibayar berdenominasi dollar AS.

Selama ini, kupon obligasi global yang diterbitkan emiten dapat mengacu pada obligasi serupa yang diterbitkan pemerintah. Di samping itu, kupon global bond juga dipengaruhi oleh nilai interest rate yang dimiliki negara tempat instrumen tersebut diperdagangkan.

Belum lagi, volatilitas pasar obligasi masih bisa meningkat. Oleh karena itu, Eric menyarankan penerbitan obligasi global sebaiknya dilakukan oleh emiten yang benar-benar memiliki kebutuhan pendanaan internal dalam denominasi mata uang asing.

Perusahaan juga sebaiknya menerbitkan obligasi global jika sudah memiliki permintaan dari investor internasional. "Kalau ada permintaan dari investor global bisa saja diterbitkan ketimbang harus menaikkan kupon jika merilis obligasi biasa," tutur Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia