Obligasi korporasi bisa Rp 54,6 Triliun



JAKARTA. Penerbitan obligasi korporasi akan marak tahun ini. Selain untuk keperluan pembiayaan ekspansi, ramainya penerbitan obligasi korporasi juga lantaran banyak obligasi yang akan jatuh tempo di tahun ini.

Seto Wardono, Senior Economist PT Indo Premier Securities memprediksi, penerbitan obligasi korporasi tahun ini bisa mencapai Rp 54,58 triliun. Dari total penerbitan sebesar itu, sekitar Rp 20,73 triliun atau 38% dari total obligasi korporasi yang akan terbit, merupakan penerbitan obligasi yang menggunakan mekanisme penawaran umum berkelanjutan (PUB).

Tahun lalu, penerbitan obligasi berkelanjutan berdenominasi rupiah masih lebih tinggi, yakni sebesar Rp 43,46 triliun. Sedangkan, obligasi berkelanjutan dalam berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 20 juta.


Seto menghitung, total obligasi korporasi yang jatuh tempo tahun ini mencapai Rp 27,15 triliun. Dari angka sebesar itu, sekitar Rp 21,9 triliun berasal dari obligasi sektor finansial dan sisanya dari sektor non finansial. "Beberapa dari perusahaan yang memiliki obligasi jatuh tempo akan melakukan refinancing dengan menerbitan obligasi baru," kata Seto, kemarin.

Yield akan naik

Korporasi yang bakal gencar menerbitkan surat utang diperkirakan berasal dari sektor multifinance, konstruksi dan infrastruktur. Selain itu, industri sektor konsumer, ritel, pembiayaan mikro, properti dan industrial estate. Permintaan domestik yang makin kuat terhadap sektor-sektor tersebut membuat korporasi gencar mencari dana segar untuk ekspansi.  

Sejauh ini, Indo Premier Securities telah mengantongi lima proyek penjaminan emisi obligasi senilai Rp 5 triliun di tahun ini. "Tahun lalu total penjamin emisi kami sekitar Rp 10,5 triliun," kata Seto. 

Analis NC Securities, I Made Adi Saputra, mengatakan, suku bunga kredit perbankan yang naik membuat korporasi lebih memilih menerbitkan obligasi. Selain itu, yield obligasi korporasi juga akan semakin menarik karena kupon yang ditawarkan bisa meningkat dibanding tahun lalu. Pasalnya, yield obligasi surat utang negara (SUN) yang menjadi acuan akan mengalami kenaikan. 

Menurut Seto, inflasi tahun ini akan mencapai 5,77%. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) diperkirakan akan menyumbang 0,5% terhadap total inflasi tahun ini. "Dampaknya investor akan mengantisipasi kenaikan inflasi tersebut sehingga yield obligasi akan naik," tutur Seto.

Prediksi Seto, yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan naik dikisaran 120 basis poin menjadi 6,4% di akhir 2013. Kemarin, yield obligasi acuan seri FR0063 bertenor 10 tahun berada level 4,96%.

Sementara proyeksi Made, rata-rata yield obligasi akan merangkak naik 50 hingga 100 basis poin pada tahun ini. Prediksi itu memperhitungkan asumsi suku bunga acuan naik menjadi 6,25% dibandingkan saat ini di level 5,75%. "Saya perkirakan inflasi akan naik ke 4,5%-5,0%. Ada kemungkinan Bank Indonesia (BI) menaikkan BI rate di semester II,"kata dia. 

Tapi, kemungkinan penghentian program quantitative easing di tahun ini dikhawatirkan bakal membuat likuiditas di pasar global berkurang. Akibatnya, investor lebih hati-hati menempatkan dana. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini