Obligasi korporasi dinilai bukan pilihan investasi menarik di tengah situasi saat ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang bulan Mei, setidaknya sudah terdapat lima obligasi korporasi yang diterbitkan jika merujuk data dari KSEI. Penerbitnya mulai dari Bank Mandiri, Pegadaian, WOM Finance, Hartadinata Abadi, hingga Toyota Astra Finance.

Kupon yang ditawarkan pun beragam, mulai dari 7% hingga yang tertinggi 10%. Sementara dari tenornya, mulai dari 370 hari, tiga tahun, lima tahun, dan yang paling lama tujuh tahun.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas Made Adi Saputra menyebut, jumlah peminat obligasi korporasi akan relatif lebih sedikit ketimbang biasanya. Hal ini tidak terlepas dari persebaran virus corona beserta dampaknya yang menekan kinerja keuangan perusahaan.


Dengan demikian, ketidakpastian keadaan dan kinerja penerbit obligasi menjadi pertimbangan para investor. “Persepsi investor saat ini adalah mencari investasi yang aman, sehingga surat berharga negara (SBN) yang terjamin jadi pilihan mayoritas investor saat ini. Kalaupun ada yang melirik obligasi korporasi, investor pasti akan sangat selektif,” jelas Made kepada Kontan.co.id, Selasa (19/5).

Baca Juga: Hartadinata (HRTA) terbitkan obligasi tahap II Rp 400 miliar

Lebih lanjut, menurut Made, saat ini obligasi korporasi dengan rating AA adalah standar minimal pertimbangan para investor. Selain itu, pertimbangan lain adalah bisnis penerbit obligasi korporasi merupakan yang paling minim kena dampak dari kondisi saat ini.

Setelah itu, barulah laporan keuangan, strategi refinancing, dan strategi bisnis ke depan jadi persyaratan berikutnya. “Sementara dari kupon dari tingkat premium spread yang ditawarkan, sebenarnya masih cukup menarik. Cuma kalau patokannya investasi jangka panjang, kupon dan premium spread ini tidak lagi jadi faktor yang menarik, karena keamanan adalah yang dicari saat ini,” tambah Made.

Ditambah lagi, sifat obligasi korporasi yang kurang likuid merupakan faktor yang membuat investasi ini menjadi pilihan yang kurang menarik. Made menilai, investor yang biasa membeli obligasi korporasi, yakni manajer investasi (MI) dan perbankan, saat ini justru tengah membutuhkan instrumen yang likuid.

Baca Juga: Ini penyebab PLN hentikan PUB Obligasi dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan III

MI disebut akan cenderung hati-hati dalam memilih instrumen karena adanya potensi redemption dari nasabah yang butuh likuiditas. Sementara di sektor perbankan juga terjadi perebutan dana pihak ketiga, yang pada akhirnya membuat bank kecil lebih memilih bank BUKU III dan IV.

“Dengan semua investor yang cenderung menjaga likuiditas, maka obligasi korporasi saat ini bukanlah tempat yang tepat untuk menyimpan investasi tersebut,” pungkas Made.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati