JAKARTA. Pasar modal yang sedang meriang mengakibatkan perusahaan pembiayaan harus menunggu dulu sebelum mencari dana segar lewat penerbitan obligasi. Multifinance yang juga mendanai bisnis lewat surat utang, harus mempersiapkan alternatif pendanaan selain obligasi. Kalau memang mau menerbitkan obligasi, multifinance harus membayar ongkos mahal. Direktur Keuangan Surya Artha Nusantara (SAN) Finance, Andrijanto mengatakan, meski saat ini pasar bergejolak, pihaknya belum berniat menunda rencana penerbitan obligasi sebesar Rp 1 triliun Desember mendatang. "Gejolak ini sementara dan obligasi yang akan kami terbitkan dalam mata uang rupiah, jadi tidak terlalu berpengaruh," kata Andrijanto. Direktur Keuangan Adira Dinamika Multifinance, I Gede Made Susila mengatakan Adira juga masih terus memproses penerbitan obligasi di akhir tahun Rp 1,5 triliun. "Sekarang prosesnya masih jalan, dan perubahannya belum bisa diputus saat ini," kata Made.
Namun, kalau memang kondisi pasar terus tidak kondusif, Adira bisa saja menunda penerbitan. Lagi pula, "Proses penawaran awal masih pertengahan November, masih jauh," kata Made. Adira masih memiliki alternatif pendanaan lain seperti joint financing dengan induk usaha, Bank Danamon, serta pendanaan bilateral dengan bank lain. Ongkos lebih mahal Berdasarkan data Bloomberg, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) seri FR0026 bertenor tiga tahun naik menjadi 6,53% pada 22 September, dibandingkan imbal hasil 26 Agustus lalu yang masih 5,74%. Sedangkan imbal hasil SUN acuan bertenor lima tahun seri FR0055, naik dari 6,11% pada 26 Agustus lalu menjadi 6,89% di 22 September. Perusahaan penerbit obligasi biasanya menggunakan acuan imbal hasil SUN ditambah premium untuk menentukan kupon obligasi korporasi. Kalau imbal hasil SUN naik, berarti biaya dana perusahaan multifinance untuk menerbitkan obligasi juga naik. "Meski rencana penerbitan masih sesuai jadwal, kami harus siap kalau kupon tinggi," imbuh Andri.