Obligasi Negara Berkembang Semakin Murah



JAKARTA. Prospek investasi di obligasi pemerintah negara emerging market tahun depan masih cerah. Maklum, saat ini ekonomi negara maju bergejolak, sementara ekonomi negara emerging market masih bisa tumbuh meski perlahan. Kondisi tersebut akan memberi sentimen positif bagi investor asing untuk kembali berinvestasi di negara emerging market, termasuk Indonesia.

Direktur PT Schroders Investment Indonesia, Michael Tjoajadi, memprediksi, tahun depan, saat ekonomi negara maju ambruk, negara-negara emerging market akan menjadi penyumbang terbesar nilai produk domestik bruto (PDB) dunia. "Setelah krisis 1998, emerging market terus surplus pertumbuhannya," ujar Michael saat menjadi pembicara dalam Investor Summit & Capital Market Expo 2008, kemarin (25/11).

Catatan saja, harga obligasi pemerintah negara-negara berkembang memang semakin murah. Ambil contoh harga Surat Utang Negara (SUN). Data Bloomberg menyebutkan, sampai kemarin, harga SUN terbitan Indonesia seri FR0048 berada di 64,00, dengan imbal hasil atau yield mencapai 16,53%.


Bahkan, sejak awal tahun, obligasi bertenor 10 tahun tersebut sudah memberi yield 637%.Artinya, harga SUN Indonesia sudah turun dalam dan sangat murah. Dengan demikian, potensi investor untuk menggali untung dalam obligasi pemerintah semakin tinggi.

Budi Susanto, Analis Obligasi Danareksa Sekuritas mengakui hal tersebut. Ia mengatakan, investor asing berpeluang untuk kembali masuk ke dalam pasar obligasi setiap saat.

Likuiditas rendah

Hanya saja, walaupun harga obligasi pemerintah di negara berkembang sudah murah, investor masih menganggap risiko investasi di emerging market tinggi. Analis Obligasi Mandiri Sekuritas Handy Yunianto melihat, investor juga mempertimbangkan gejolak nilai tukar mata uang negara tersebut.

Belum lagi, gejolak perdagangan surat utang atau obligasi di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, juga cenderung masih tinggi. "Harga obligasi sudah pernah mengalami kenaikan dan penurunan sampai 15%," imbuh Handy.

Faktor lain yang menekan harga SUN adalah likuiditas pasar masih seret. Maklum, pembeli obligasi seperti perbankan, reksadana serta investor asing, kini lebih berhati-hati menempatkan dananya. "Mereka cenderung lebih nyaman menempatkan dana di instrumen jangka pendek," terang Helmi Arman, Analis Obligasi Bank Danamon.

Analis menilai, untuk pasar Indonesia, SUN yang masih menarik adalah SUN jangka pendek, dengan tenor di bawah lima tahun, serta Obligasi Ritel Indonesia (ORI). Pasalnya, harganya relatif stabil, dan beberapa di antaranya akan segera jatuh tempo dalam waktu dekat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie