Obligasi ritel seri SBR009 diburu investor, begini kata analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menawarkan saving bond ritel (SBR) seri SBR009 semenjak Senin (27/1). Pemerintah menetapkan target indikatif sebesar Rp 2 triliun untuk obligasi ritel kali ini.

Beberapa perusahaan efek dan fintech yang ditunjuk sebagai distributor penjualan mencatat penjualan seri tersebut melampaui 50% dari target penjualan.

Sebagai catatan, penjualan total seri SBR009 yang tercatat pada website PT Investree Radhika Jaya (Investree) telah mencapai Rp 1,48 triliun per Senin (10/2) atau 74% dari target. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) telah menjual sebesar Rp 110 miliar atau 73% dari alokasi target dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menjual Rp 143 miliar atau lebih Rp 43 miliar dari target yang ditetapkan sebesar Rp 100 miliar.


Baca Juga: Bareksa mencatat penjualan SBR009 sekitar 2% dari kuota nasional

Analis Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai, minat investor untuk memburu obligasi ritel ini paling tidak disebabkan oleh tiga hal. Pertama, minimnya risiko yang ditawarkan oleh produk investasi obligasi ritel. “Ini adalah instrumen investasi yang aman dan diterbitkan oleh pemerintah,” jelasnya pada Kontan.co.id Senin (10/2).

Sejauh ini pemerintah Indonesia memiliki rekam jejak yang bagus dalam surat penerbitan utang baik dalam pengelolaannya maupun pembayaran jatuh tempo. Pemerintah Indonesia juga tidak pernah gagal bayar. “Obligasi juga dijamin oleh undang-undang jadi akan aman,” terangnya.

Selain karena faktor keamanan, faktor kedua yang menarik bagi investor adalah imbal hasil yang lebih besar dibandingkan deposito. Sekadar catatan, imbal hasil obligasi ritel ini ditetapkan sebesar minimal 6,3% per tahun dengan sistem floating with floor atau kupon bisa naik bila suku bunga acuan naik.

Baca Juga: Sudah Mencoba SBR009? Cek juga Alternatifnya

Meskipun penerbitan obligasi di tengah kemungkinan penurunan suku bunga, imbal hasil SBR009 dengan sistem tersebut tidak akan ikut terpengaruh turun karena sudah ditetapkan minimum besarannya. Ditambah pajak dari obligasi yang lebih rendah dibandingkan deposito menjadikan instrumen investasi ini menjadi lebih menarik. “Pajak obligasi lebih rendah yaitu 15% sedangkan deposito 20%,” tuturnya.

Faktor ketiga adalah dorongan dari masyarakat untuk ikut berkontribusi terhadap pembangunan negara secara aktif dan nyata. Menurut Ramdhan, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk ikut berkontribusi terhadap pembangunan negara membuat jumlah investor yang ikut berinvestasi pada obligasi ritel ini meningkat. “Karena digunakan untuk pembiayaan negara jadi masyarakat ikut terlibat dalam pembangunan,” pungkas Ramdhan.

Ramdhan memperkirakan jumlah penawaran yang masuk untuk obligasi ritel kali ini dapat mencapai Rp 3 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati