Obligasi rupiah, idola baru Tuan & Nyonya Watanabe



TOKYO. Investor ritel Jepang yang secara kolektif berinvestasi di obligasi berdenominasi non-yen, punya idola baru. Mereka memburu uridashi bond berdenominasi rupiah. 

Uridashi, yang memiliki arti dijual murah, merupakan obligasi berdenominasi valas yang ditawarkan pada investor rumah tangga di Jepang. Para investornya, yang dijuluki Tuan dan Nyonya Watanabe, memburu surat utang luar negeri dengan imbal hasil tinggi.

Selama sembilan bulan, obligasi berdenominasi real Brasil jadi favorit Watanabe. Kini, permintaan surat utang berjenis rupiah lebih unggul.


Berdasarkan data Bloomberg, permintaan obligasi berbasis real Brasil sebesar US$ 68,9 juta di bulan Desember. Sedangkan permintaan efek terkait rupiah mencapai US$ 84 juta.

Tingkat suku bunga Jepang yang rendah mendorong warganya berinvestasi di efek di luar negeri. Misalnya di obligasi Indonesia yang menawarkan bunga lebih besar. Tak hanya bisa meraup untung selisih bunga, nilai tukar rupiah juga cenderung menguat terhadap yen, sehingga keuntungan Watanabe lebih utuh.

"Mereka memilih surat utang berdenominasi valas karena yen secara jenderal melemah," kata Shinchiro Kadota, Forex Strategist di Barclays Plc di Tokyo. Khusus Indonesia, tingkat bunga yang relatif tinggi dan perkembangan politik yang lebih stabil ketimbang negara berkembang lainnya, menjadi daya tarik.

Rupiah menguat 11,8% terhadap yen sepanjang pekan lalu, dan menjadikan mata uang Garuda berkinerja keempat terbaik di antara negara berkembang.

"Sepertinya momentum Indonesia di masa reformasi ini lebih baik ketimbang Brasil," kata Wellian Wiranto, Ekonom di OCBC, Singapura. Presiden baru Indonesia Joko Widodo menarik perhatian investor asing dengan janji reformasi dan pengelolaan anggaran negara yang lebih baik.

Di pasar uridashi, penjualan obligasi berdominasi dollar AS di bulan Desember naik 57,3% dari bulan sebelumnya menjadi US$ 350 juta. Obligasi berbasis greenback ini menjadi terlaris kedua setelah dollar Australia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia