JAKARTA. Bank OCBC NISP menanggapi usulan DPR yang akan mempertegas pembatasan saham baik oleh individu ataupun institusi dalam revisi UU Perbankan. Menurutnya regulasi kepemilikan saham bank yang ada saat ini sudah ideal. "Rasanya apa yang diatur oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekarang sudah efektif," kata Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP, saat dihubungi KONTAN, Minggu (17/5). Ia menegaskan bahwa regulasi yang ada saat ini bukan hanya mengatur soal persentase batas kepemilikan, tetapi jug terutama kualitatifnya, meliputi GCG, manajemen, kontribusi dalam ekonomi nasional.
"Ini terbukti antara lain dari ketahanan industri perbankan pada saat krisis perbankan US Eropa tahun 2008 - 2009," ujar Parwati. Ia menambahkan bahwa regulasi merupakan hasil pembelajaran dari krisis tahun 1998. Parwati menegaskan bahwa pembatasan kepemilikan bank sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan alasan yang memang untuk kebaikan perbankan yang ujungnya harus kebaikan bangsa dan negara. "Jadi regulasi saat ini merupakan pengaturan yang merupakan dari segi kualitatif dan kuantitatifnya sudah baik dan efektif. Walaupun DPR bisa mempertegasnya," pungkas Parwati. Sebagaimana diketahui, Komisi XI DPR akan membatasi kepemilikan individu dan institusi di perbankan di bawah 50%. Menurut Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad bilang, ini mengacu pada praktik perbankan di Korea Selatan, New Zealand, Australia, yang merupakan contoh-contoh perbankan yang memiliki arsitektur sistem keuangan ranking satu dunia, kepemilikan saham perorangan dan institusi sangat minim.
Fadel bilang, di negara-negara tersebut, tidak ada kepemilikan saham baik individu maupun institusi secara mayoritas. Ia mencontohkan, perusahaan elektronik raksasa di Korea Selatan seperti Samsung, hanya diizinkan untuk memiliki 4% saham di perbankan di Korea Selatan. "Di negara-negara tersebut, individu yang kaya raya cukup diberikan jatah pemilikan saham 4% di bank," tutur Fadel, Rabu (13/5). Menurut Fadel, pembatasan besaran pemilikan saham bagi individu dan institusi di perbankan nasional penting dilakukan. Hal ini agar mengurangi masuknya investor asing yang bisa memiliki saham mayoritas, jika bank tersebut dijual. Ia menambahkan, sisa saham yang dimiliki oleh individu maupun institusi itu, bisa dilempar kepada publik maupun kepada instansi lain seperti lembaga pensiun, perusahaan pembiayaan dan sebagainya. "Kalau bisa jangan sampai individu maupun institusi menjadi pemegang saham mayoritas. Saya kira ini adalah era baru yang segera akan terbentuk," ucap Fadel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto