OECD: 27% Pekerja Terancam Digantikan oleh Kecerdasan Buatan



KONTAN.CO.ID - PARIS. Kehadiran kecerdasan buatan atau akrab dikenal dengan AI telah menimbulkan kekhawatiran kehilangan pekerjaan. Mengingat, AI disebut-sebut bisa dengan mudah melakukan otomatisasi beberapa keterampilan kerja.

Survei terbaru dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyebutkan pekerjaan dengan risiko otomatisasi tertinggi mencapai 27% dari angkatan kerja rata-rata di negara-negara OECD

“Ada sedikit bukti munculnya AI memiliki dampak signifikan pada pekerjaan sejauh ini, tapi itu mungkin karena revolusi masih dalam tahap awal,” kata OECD dikutip dari Reuters (12/7).


Organisasi yang beranggotakan 38 negara tersebut mengungkapkan negara-negara Eropa timur paling terpapar dari adanya AI tersebut. Hungaria menjadi yang paling tinggi memiliki risiko kehilangan pekerjaan dari adanya AI dengan persentase sebesar 36,4%.

Baca Juga: Korea Selatan dan NATO Perluas Kerja Sama Terkait Isu Keamanan Global

Dalam hal ini, pekerjaan dengan risiko tertinggi didefinisikan sebagai pekerjaan yang menggunakan lebih dari 25 dari 100 keterampilan dan kemampuan yang menurut pakar AI dapat diotomatisasi dengan mudah.

Sementara itu, tiga dari lima pekerja khawatir mereka akan kehilangan pekerjaan karena AI selama 10 tahun ke depan, berdasarkan survei OECD  tahun lalu. Survei tersebut mencakup 5.300 pekerja di 2.000 perusahaan yang mencakup manufaktur dan keuangan di tujuh negara OECD.

Terlepas dari kecemasan atas munculnya AI, dua pertiga pekerja yang sudah bekerja dengannya mengatakan bahwa otomatisasi telah membuat pekerjaan mereka tidak terlalu berbahaya atau membosankan.

"Bagaimana AI pada akhirnya akan berdampak pada pekerja di tempat kerja dan apakah manfaatnya akan lebih besar daripada risikonya, akan bergantung pada tindakan kebijakan yang kami ambil," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam konferensi pers.

Baca Juga: Malaysia Berniat Lanjutkan Proyek Kereta Cepat Kuala Lumpur-Singapura

Ia melanjutkan pemerintah harus membantu para pekerja untuk bersiap menghadapi perubahan dan memanfaatkan peluang yang akan dihasilkan oleh AI. Menurutnya, upah minimum dan perundingan bersama dapat membantu meringankan tekanan AI terhadap upah.

“Sementara pemerintah dan regulator perlu memastikan hak-hak pekerja tidak dikompromikan,” kata OECD.

Editor: Tendi Mahadi