KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gejolak ekonomi global sepanjang 2018 membuat negara-negara berkembang alias emerging market mengalami tekanan arus modal terutama dana asing di portofolio. Kondisi tersebut membuat Bank Indonesia (BI), Bank of Thailand (BoT), Bank Negara Malaysia (BNM) dan Banko Sentral ng Pilipinas (BSP) mengusulkan kebijakan yang bisa dijadikan referensi bagi ASEAN dalam mengatur lalu lintas modal. Usulan tersebut ada dalam policy paper berjudul Capital Account Safeguard Measures in The ASEAN Context. Ada tiga poin pandangan yang disampaikan oleh ke-empat bank sentral tersebut yang umumnya berbeda dari pandangan lembaga internasional seperti IMF dan OECD.
Menanggapi hal tersebut Head of Asia Desk Development Centre EODB, Kensuke Tanaka mengatakan sebenarnya tantangan capital flow management (CFM) atau pengelolaan modal yang saat ini cukup berat dihadapi adalah kemunculan transaksi e-commerce dan fintech. "Ini tantangan utama untuk makroprudensial, karena saat ini tekanan arus keluar juga terbatas," jelas Tanaka saat ditemui Kontan.co.id di gedung LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Kamis (11/4). Menurutnya, dalam jangka panjang kerangka makroprudensial mesti bisa menangkap masalah perlindungan data dan cyber security. Pemerintah mesti menyesuaikan lagi regulasi yang ada terkait dengan munculnya ekonomi digital dan resiko yang akan dihadapi.