JAKARTA. Kondisi ekonomi sepanjang 2013 tidak bisa dibilang mulus. Inflasi dan maraton kenaikan suku bunga menghantui daya beli masyarakat. Belum lagi fluktuasi pasar modal cenderung turun dan menggerus keuntungan investasi. Namun, industri asuransi masih menyisakan optimisme menyambut tahun depan. Kornelius Simanjuntak, Ketua Dewan Asuransi Indonesia mengakui, pemilu sering identik dengan risiko. Bagi perusahaan asuransi, ini merupakan peluang untuk menawarkan perlindungan risiko mulai dari jiwa, kesehatan, hingga harta benda. Hendrisman Rahim, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menargetkan, premi industri jiwa tumbuh 20%–25% tahun depan. Menurut dia, produk asuransi juga bisa menjadi penarik simpatisan partai. Gejala ini sudah terlihat saat ini.
Produk unitlink dia yakini masih menjadi primadona industri asuransi jiwa. Tahun ini, produk asuransi berbalut investasi ini sudah berhasil menyalip asuransi tradisional, dengan porsi 51,55% dari total perolehan premi, per Juni 2013 lalu. Unitlink yang menawarkan proteksi sekaligus investasi jangka panjang menjadi keunggulan produk ini. Pertumbuhan kelas menengah yang lebih sadar akan kesehatan dan berinvestasi menjadi bahan bakar permintaan unitlink tetap ramai. Kornelius yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menargetkan tahun depan industri asuransi kerugian tumbuh 15%–20%. Asuransi kendaraan, properti, dan kesehatan tetap menjadi andalan. Banyak asuransi yang seoptimis itu. Joseph D. Angkasa, Presiden Direktur Asuransi Umum Mitra Maparya memperkirakan bisa tumbuh sama dengan target AAUI atau lebih. Meski mengandalkan asuransi kendaraan bermotor, Mitra Maparya, juga akan menggenjot asuransi kesehatan dan marine cargo. PT Asuransi Harta Aman Pratama Tbk menargetkan tahun depan mencapai pertumbuhan premi hingga 30%. Andai tahun ini mereka berhasil mengumpulkan premi Rp 280 miliar, berarti tahun depan akan mengejar perolehan premi Rp 360 miliar. "Kami akan memanfaatkan pemilu, menambah cabang, dan memperkuat produk," kata Sutjianta, Direktur Harta Aman, Senin (23/12). Adapun manajemen Asuransi Jiwa Cigna memperkirakan pertumbuhan premi unitlink bisa tumbuh hingga dua digit tahun depan. Namun, imbal hasil akan dipengaruhi kondisi makro dan pasar modal. Sembari berekspansi, industri asuransi juga harus ekstra keras mengumpulkan duit lantaran batas minimum modal asuransi tahun depan naik menjadi Rp 100 miliar dari Rp 70 miliar. Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa minat investor asing masih besar. Artinya, dana asing kemungkinan masih mewarnai bursa penambahan modal asuransi tahun depan. Menggandeng BPJS Kedatangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menjadi tantangan baru industri asuransi. Beroperasi mulai 1 Januari 2014, badan hasil peleburan PT Askes dan PT Jamsostek menawarkan asuransi kesehatan dasar pada semua masyarakat, meski iuran pun relatif murah. Pegawai swasta, misalnya, mendapat layanan kamar kelas III, dengan iuran Rp 35.000 per bulan. Jaminan kesehatan dengan harga murah ini bisa menjadi penantang berat produk asuransi mikro keluaran perusahaan asuransi komersial. Asuransi mikro umumnya menawarkan proteksi kesehatan atau kecelakaan dengan premi sekitar Rp 50.000 per bulan. Produk ini merupakan tombak baru perusahaan asuransi mengajak masyarakat berasuransi. Berdasarkan data yang dimiliki OJK, penetrasi asuransi masih minim. Hanya ada 60 juta pemegang polis di dalam negeri. Pemegang polis individu hanya sekitar 10 juta orang. Pendapatan premi ini menyumbang tak sampai 2% dari produk domestik bruto (PDB).
Lantaran masyarakat yang belum berasuransi masih bejibun, pelaku asuransi mengaku tak berebut pasar dengan BPJS. Handayani, Director of Marketing and Alternate Distribution AXA Mandiri Financial Services bilang, lewat BPJS, pemerintah membantu edukasi masyarakat lebih sadar berasuransi. Handayani dan berbagai manajemen industri asuransi juga yakin, banyak karyawan swasta dan pengusaha yang ingin mendapat layanan kesehatan lebih baik dan mencari layanan tambahan dengan melakukan top up ke perusahaan asuransi. Hanya, skema koordinasi manfaat atau coordination of benefits (COB) belum rampung. Sri Endang Tidarwati Wahyuningsih, Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga PT Askes bilang, COB bisa berlangsung dengan pola penyatuan biaya dan perawatan kesehatan (managed care), penggantian biaya (reimbursed), atau dengan pengelolaan layanan kesehatan sendiri. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie