OJK akan mengatur manajemen risiko perusahaan efek, berikut isi beleidnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mengeluarkan aturan baru soal manajemen risiko bagi perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek dan perantara pedagang efek yang merupakan anggota bursa. Aturan ini masih dalam tahap permintaan tanggapan dengan tenggat waktu Jumat (11/10).

Dalam aturan tersebut, OJK mewajibkan seluruh perusahaan efek yang juga Anggota Bursa (AB) untuk menerapkan manajemen risiko. Hal ini mencakup pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris dari perusahaan efek, serta kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko.  

“Prosedur manajemen risiko dan penetapan limit risiko disesuaikan dengan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko terhadap risiko perusahaan efek,” tulis beleid tersebut.


Baca Juga: Meniru Singapura dan Hong Kong, OJK kaji aturan bank virtual

Prosedur manajemen risiko dan penetapan limit, harus memuat akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas, pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur manajemen risiko dan penetapan limit risiko secara berkala, juga menyertakan dokumentasinya. Penetapan limit risiko sebagaimana dimaksud, wajib mencakup limit secara keseluruhan dan limit per jenis risiko. Dalam hal ini, perusahaan efek wajib memiliki mekanisme persetujuan apabila terjadi pelampauan limit.

Adapun jenis risiko yang dimaksud dalam ketentuan adalah risiko operasional, risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko kepatuhan, risiko hukum, risiko reputasi dan risiko strategis. “Perusahaan efek wajib menerapkan manajemen risiko untuk seluruh risiko sebagaimana dimaksud di atas,” tulis beleid tersebut.

Hal lain yang diatur adalah manajemen risiko mencakup kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko. Dalam mengidentifikasi, perusahaan wajib melakukan analisis karakteristik risiko yang melekat pada perusahaan efek dan risiko dari produk dan kegiatan usaha.

Beleid ini juga mengatur kewajiban perusahaan membentuk fungsi manajemen risiko dan kepatuhan serta audit internal. Tugasnya antara lain menyusun kebijakan manajemen risiko, menguji, mengevaluasi dan merekomendasikan atas pelaksanaan sistem manajemen risiko. Kegiatan tersebut dilakukan minimal satu kali dalam satu tahun.

Baca Juga: IHSG terus tertekan, apakah karena aksi short selling?

Untuk menjalankan fungsi tersebut, beleid ini mewajibkan perusahaan efek  membentuk komite manajemen risiko dan unit kerja yang melakukan fungsi manajemen risiko. Komite manajemen risiko paling sedikit terdiri atas direksi dan pejabat di bawah direksi yang membawahi fungsi-fungsi di perusahaan efek.

Sementara itu, unit kerja yang melakukan fungsi manajemen risiko bertanggung jawab untuk mengelola sistem pengendalian risiko, menyusun parameter dan melakukan verifikasi dalam memproses pesanan dan/atau instruksi baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk perantara pedagang efek.

Beleid ini juga mengatur soal wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan. Bagi direksi, setidaknya mereka berwenang menyusun kebijakan dan strategi manajemen risiko secara tertulis dan komprehensif, bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko dan eksposur risiko yang diambil oleh perusahaan. Direksi juga bertugas mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuannya, memastikan fungsi manajemen risiko beroperasi secara independen dan terus melaksanakan pengkajian ulang soal keakuratan metode penilaian risiko, implementasi sistem informasi manajemen risiko dan ketepatan kebijakan serta prosedur manajemen risiko dan limit risiko.

Sementara itu, dewan komisaris memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko, mengevaluasi pertanggungjawaban direksi dan mengevaluasi serta memutuskan permohonan direksi yang berkaitan dengan transaksi yang perlu persetujuan dewan komisaris. Adapun, kebijakan manajemen risiko ini harus sesuai yang dimaksud dengan Peraturan OJK (POJK) mengenai Penerapan Tata Kelola Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.

Perusahaan efek juga wajib menyusun penilaian sendiri (self assessment) penerapan manajemen risiko paling sedikit dua kali dalam setahun untuk posisi per akhir Juni dan Desember. OJK membatasi, untuk periode akhir Juni paling lambat dilaporkan pada akhir Agustus, sedangkan untuk periode akhir Desember paling lambat pada akhir bulan April tahun berikutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati