OJK akan menghapus area tak bertuan



JAKARTA. Harmonisasi aturan menjadi salah satu agenda utama DK OJK selama masa peralihan. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan regulasi yang nyaman buat pelaku pasar, sekaligus menutup “area tak bertuan” di industri keuangan.

OJK akan merevisi beberapa regulasi yang tumpang tindih. Sedangkan yang masih belum ada pengaturannya atau grey area akan dibuatkan aturan. “Yang berlebihan kami kurangi, yang kurang kami tambahi. Prinsipnya, kami tak akan membuat aturan yang berlebihan kecuali karena ada kebutuhan yang mendesak,” kata Muliaman Darmansyah Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, dihadapan pelaku industri keuangan dalam Konvensi Keenam BSMR, Kamis (11/10).

Mantan deputi gubernur Bank Indonesia itu belum menyebutkan secara spesifik aturan-aturan yang tumpang tindih, sebab pemetaan regulasi masih berlangsung. Namun ia pastikan harmonisasi akan berlangsung menyeluruh, meliputi regulasi di perbankan, pasar modal, asuransi, pembiayaan hingga pengaturan untuk industri pendukung seperti akuntan dan notaries. “Tujuan akhirnya menciptakan regulasi yang efisien dan memberikan kepastian kepada dunia usaha dan melindungi nasabah,” katanya. 


Sedangkan upaya menutup “area tak bertuan”, OJK akan berkoordinasi dengan intansi yang terkait. Menurut Muliaman tindakan menghapus wilayah abu-abu ini sangat mendesak agar tidak ada lagi perusahaan yang memasarkan produk keuangan yang dapat membahayakan dan merugikan nasabah.

Area tak bertuan itu antara lain bisnis perdagangan komoditi berjangka dan koperasi. Perusahaan yang bergerak di sektor komoditi berjangka misalnya, memperoleh izin dari Kementerian Perdagangan. Dasar izinnya adalah berdagang komoditas, namun praktiknya banyak yang menawarkan produk-produk investasi. Ada yang menjajakan kontrak investasi emas dengan iming-iming imbal hasil yang tidak masuk akal. 

OJK akan berkoordinasi dengan pengawas industry  ini yakni Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), unit eselon satu di bawah Kementerian Perdagangan. Bentuk kerjasamanya masih dalam pembahasan, namun harapannya OJK bisa ikut mengawasi sector ini.

Sedangkan pengawasan di koperasi, OJK akan sesegera mungkin membuat memorandum of understanding (MoU) dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Lewat MoU ini, OJK ingin ikut mengawasi dan menindak koperasi yang menjalankan usaha menyimpang. “Perizinan tetap di Kemenkop, sedangkan pengawasan dan hak mencabut izin kami berharap OJK bisa ikut ambil peran. Tapi seperti apa akhirnya, tergantung sikap Kemenkop,” kata Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI.

Harry bercerita, waktu merancang UU OJK pihaknya sudah mengusulkan agar pengaturan koperasi berada di bawah OJK. Tujuannya mengintegrasikan dan memperpendek birokrasi pengawasan. Namun pemerintah menolak menyerahkan kewenangan tersebut. “Koperasi tidak pernah maju karena otoritasnya tidak pernah serius membuat koperasi menjadi lebih sehat. Kesempatan memperbaiki itu ada ketika OJK ada, namun mereka ngotot tidak mau di bawah OJK,” katanya.

Seperti kita tahu, banyak koperasi yang menawarkan investasi dengan imbal hasil tidak masuk akal. Terakhir, masyarakat tertipu oleh Koperasi Langit Biru. Dana kelolaan koperasi ini konon mencapai Rp 6 triliun. Nasabah terancam rugi besar setelah pendirinya, Jaya Komara, meninggal di tahanan beberapa bulan lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can