OJK akan wajibkan saham mahal untuk stock split



JAKARTA. Demi memacu likuiditas pasar, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan baru, berisi rekomendasi bagi emiten yang harganya sudah terlalu tinggi untuk bersedia memecah nominal sahamnya (stock split). Beleid itu OJK siapkan atas desakan dan masukan dari pelaku pasar.Deputi Komisioner Bidang Pengawas Pasar Modal I OJK, Robinson Simbolon menjelaskan, selama ini otoritas hanya bisa menghimbau kepada emiten yang harga sahamnya tinggi untuk melakukan stock split. Kali ini, OJK akan mewajibkan emiten tersebut memecah nilai saham, apabila sudah melewati indikator tertentu.Hal ini bertujuan agar harga saham tersebut terjangkau, ramai diperdagangkan dan bertambah likuid. "Dengan stock split, akan membuat pergerakan saham di BEI lebih aktif dan likuid," tandas Robinson, akhir pekan lalu. Cuma tak disebutkan detail seperti apa patokan suatu emiten wajib menggelar stock split.Dalam catatan OJK, ada sejumlah emiten yang harga sahamnya tinggi bahkan di atas Rp 100.000 per saham. Misal, PT Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI), PT Delta Djakarta Tbk (DLTA), PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQBI), dan PT Merch Sharp Dohme Pharma Tbk (MERK). Pada penutupan perdagangan Jumat (1/3), harga saham MLBI ada di level Rp 900.000, DLTA senilai Rp 285.000, SQBI Rp 234.000, dan harga saham MERK di Rp 152.000 per saham.Potensi stock splitSampai sejauh ini, emiten yang sudah mendeklarasikan rencana stock split-nya tahun ini adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Rasio pemecahan nilai nominalnya adalah 1:5. Artinya, setiap satu saham JPFA saat ini akan dipecah menjadi lima saham. Akhir pekan lalu (1/3), harga saham JPFA berakhir di posisi Rp 8.250 per saham.Selain JPFA, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) sebenarnya juga memiliki niat serupa dengan rasio 1:5. Namun, rencana ini masih dalam kajian. Mereka akan merealisasikan rencana ini bila harga saham emiten semen pekat merah tersebut sudah mencapai Rp 20.000 per saham. Akhir pekan lalu, harga sahamnya sudah bertengger di posisi Rp 18.150 per saham.Analis Remax Capital, Lucky Bayu Purnomo memprediksi, saham JPFA dan SMGR, akan semakin diminati investor pasca stock split. Sebab,kedua emiten tersebut punya prospek pertumbuhan kinerja yang tinggi, sehingga investor ritel bakal kian tertarik. Kata dia, harga SMGR dalam kurun waktu empat bulan mendatang bisa menguat ke Rp 20.000 per saham.Selain itu, lanjut Lucky, masih ada beberapa emiten yang prospek kinerjanya apik tetapi harga sahamnya terlampau tinggi. Dia mencontohkan, saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Saham TLKM kini diperdagangkan di posisi Rp 10.850, ITMG Rp 40.250 dan PTBA di Rp 14.900 per saham.Menurut Lucky, saham ITMG, TLKM, dan PTBA memiliki prospek kenaikan kinerja yang tinggi dalam lima tahun ke depan. Rata-rata transaksi harian ketiganya juga berada di atas rata-rata transaksi industri. Namun sayang, harga saham ketiga emiten itu sudah cukup tinggi bila dibandingkan dengan harga saham emiten di industri sejenis.Ambil contoh ITMG. Harga saham Rp 40.250 per saham, sudah sangat tinggi dibandingkan saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) di level Rp 1.500, dan PT Bumi Resource Tbk (BUMI) di Rp 820 per saham.Memang, emiten yang melakukan stock split harga sahamnya sempat turun. Seperti saat PT Astra International Tbk (ASII) menggelar stock split dengan rasio 1:5 pada Juni 2012 silam. Sejumlah investor memandang nominal saham ASII terlalu kecil dan tak mencerminkan fundamental serta kinerja yang besar. "Tapi itu hanya efek psikologis dan bersifat sementara saja," ujarLucky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: