KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan mengenai dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif atau disebut DINFRA. Hal tersebut tertuang dalam peraturan OJK Nomor 52/POJK.04/2017 yang terbit pada 20 Juli 2017. Namun, hingga saat ini, belum ada satupun manajer investasi yang menerbitkan instrumen ini, lantaran minimnya pemahaman investor maupun pemilik proyek infrastruktur mengenai skema investasi melalui DINFRA. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menjelaskan, DINFRA dirancang untuk menghimpun dana investor yang nantinya dapat diinvestasikan baik langsung pada proyek infrastruktur fisiknya maupun pada efek atau surat utang. "Jadi, ini skema baru di luar jenis KIK lainnya seperti reksadana, RDPT, EBA, dan DIRE," ujar Hoesen, Kamis (3/5).
Hoesen bilang, DINFRA sejatinya akan lebih menarik ketimbang instrumen pendahulunya lantaran memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam hal pilihan underlying asset. Berbeda dengan RDPT yang terbatas pada efek atau surat utang, atau DIRE yang hanya bisa menggunakan aset real estate. "Thailand merupakan salah satu negara yang sukses menerbitkan DINFRA. Melalui instrumen ini, per 30 April lalu, mereka meraih dana sebesar 66 miliar baht atau setara Rp 29 triliun untuk mendanai proyek MRT Bangkok," tutur Hoesen.