JAKARTA. Instrumen investasi di pasar modal syariah bakal semakin bertambah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan payung hukum bagi pelaku industri yang ingin meracik produk berbentuk efek beragun aset alias EBA syariah. Regulator pasar modal tersebut resmi menerbitkan POJK Nomor 20/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan EBA Syariah per 10 November 2015. Beleid anyar ini menggantikan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-181/BL/2009 tentang Penerbitan Efek Syariah tanggal 30 Juni 2009. Dalam beleid anyar ini, OJK mengatur adanya dua tipe EBA syariah. Yang pertama adalah Kontrak Investasi Kolektif (KIK) EBA Syariah. Lalu ada pula EBA Syariah berbentuk Surat Partisipasi alias EBAS-SP untuk pembiayaan sekunder perumahan.
EBA Syariah adalah kontrak investasi kolektif yang portofolionya terdiri dari aset keuangan seperti piutang serta pembiayaan atau aset keuangan lainnya. Tentu saja, cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Sementara, EBAS-SP adalah efek beragun aset yang portofolionya berupa kumpulan piutang atau pembiayaan pemilikan rumah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Nantinya, setiap penerbitan efek wajib mendapat pernyataan kesesuaian syariah dari dewan pengawas syariah atau tim ahli syariah. Dewan pengawas syariah bertanggung jawab memberikan nasihat dan saran serta mengawasi pemenuhan prinsip syariah. Sedangkan tim ahli syariah bertanggung jawab terhadap kesesuaian dengan prinsip syariah setiap produk atau jasa syariah yang diterbitkan perusahaan. Untuk EBA Syariah, OJK mewajibkan manajer investasi mencantumkan berbagai ketentuan, seperti penggunaan kata "syariah" pada efek EBA yang diluncurkan, akad syariah dan skema transaksi syariah yang digunakan, hingga besaran serta tata cara pembagian atau pembayaran bagi hasil, marjin atau imbal jasa. Sedangkan dalam prospektus EBAS-SP, penerbit wajib memuat informasi mengenai rincian portofolio. Jika EBAS-SP ditawarkan melalui Penawaran Umum, harus mencantumkan hasil pemeringkatan. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad dalam salinan beleid ini mengatakan, penyempurnaan peraturan ini untuk mendorong perkembangan industri pasar modal syariah di Indonesia. Masih pelajari aturan Senior Fund Manager BNI Asset Management Hanif Mantiq menyebut, penerbitan EBA syariah merupakan tawaran yang menarik bagi manajer investasi. Sebab, bagi hasil yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan EBA konvensional. Namun, Hanif ragu perbankan syariah di dalam negeri bakal memanfaatkan EBA syariah untuk pembiayaan (funding). Sebab, katanya, likuiditas perbankan syariah di Indonesia cenderung longgar. Sehingga, mereka belum membutuhkan peluncuran EBA syariah guna menutupi kebutuhan dana. "Loan to deposit ratio (LDR) bank syariah sekitar 85%, jadi masih bisa lempar kredit. Apalagi, sekarang lagi over likuid semua," ujarnya.
Direktur Panin Asset Management Ridwan Soetedja menilai, peraturan ini terbilang positif, sebab mendukung kehadiran alternatif produk baru di industri pasar modal syariah. Meski demikian, untuk saat ini, Ridwan mengaku, Panin belum berniat menerbitkan produk EBA syariah. Senada, Direktur Utama Mandiri Manajemen Investasi (MMI) Muhammad Hanif mengatakan, saat ini, MMI belum berencana meluncurkan EBA syariah. Ia beralasan masih akan mempelajari rincian ketentuan baru tersebut. "Sebab, proses KIK EBA butuh waktu panjang, size besar, sementara potensi fee kecil jika mengacu pada EBA konvensional yang sudah ada di pasar," ungkap Hanif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie