KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kajian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merevisi secara total industri asuransi terus dilakukan. Terutama, masalah ekuitas atau permodalan yang memang menjadi salah satu fokus utamanya. Kepala Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang IKNB OJK Dewi Astuti mengungkapkan bahwa penguatan permodalan dilakukan agar perusahaan memiliki modal yang kuat agar dapat berkembang. Tak hanya itu, ia juga bilang bahwa penguatan permodalan dilakukan dalam rangka konsolidasi. Mengingat, jumlah perusahaan asuransi yang cukup besar mencapai sekitar 150 perusahaan.
“
Market share-nya terhadap sektor jasa keuangan
relatively tidak besar sehingga
share yang tidak besar itu dibagi menjadi banyak sekali pemainnya ini tentu jadi permasalahan tersendiri,” ujar Dewi.
Baca Juga: Polis Asuransi Jiwasraya Dipindah ke IFG, Begini Nasib Karyawannya Terlebih, ia menegaskan bahwa tantangan perusahaan asuransi ini tidak sedikit sehingga memerlukan infrastruktur yang kuat. Tujuannya, bisa mengikuti perkembangan ke depan. Untuk saat ini, modal minimal yang sudah dibocorkan oleh Dewi adalah untuk perusahaan asuransi dan reasuransi syariah. Dalam rancangan revisi POJK yang sudah ada, modal minimal untuk mendirikan asuransi syariah adalah Rp 250 miliar dan reasuransi syariah senilai Rp 500 miliar. Jika mengacu pada POJK 67/2016, perusahaan asuransi syariah dari hasil pemisahan harus memiliki modal minimal Rp 50 miliar dan perusahaan reasuransi syariah minimal modalnya Rp 100 miliar. “Untuk yang
existing nanti ada transisi untuk menuju ekuitas baru,” kata Dewi.
Baca Juga: OJK: Batas Waktu Spin Off Unit Usaha Syariah Perusahaan Asuransi Hingga 2026 Dari ketentuan tersebut, Dewi mencatat ada enam unit usaha syariah asuransi jiwa dan tiga unit usaha syariah yang belum mencapai modal minimum tersebut. Untuk yang sudah melampaui, OJK bakal mewajibkan unit usaha tersebut memisahkan diri atau dengan cara lain seperti menjual portofolio syariahnya. Meski Dewi belum mau membocorkan untuk yang konvensional, jika berkaca pada POJK yang ada, modal minimal untuk perusahaan asuransi dan reasuransi dibandingkan dengan syariah. Bisa jadi, itu juga bakal terjadi pada revisi terbaru nantinya. “Angka pasti masih dalam proses dan semua itu masih dalam pembahasan dan diskusi,” tuturnya.
Baca Juga: Lindungi Masyarakat dan Mengurangi Pengaduan, OJK Memperketat Market Conduct Direktur Keuangan BNI Life Eben Eser Nainggolan mengungkapkan bahwa saat ini unit usaha syariahnya telah melampaui modal minimal tersebut. Oleh karena itu, pihaknya telah siap jika diwajibkan untuk melakukan pemisahan. Adapun, BNI Life sudah mengirimkan rencana kerja pemisahan unit usaha syariah dan akan dilakukan pada tahun 2024. Dimana, ia mengklaim kinerja unit syariahnya mencatat pertumbuhan di 2022. “Kami sedang menunggu kebijakan terbaru dari OJK terkait turunan peraturan dari UU PPSK,” tambahnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan bahwa ini sejalan dengan peta jalan AAJI yang mengusulkan adanya penguatan kapasitas perusahaan asuransi di saat total pertanggungan yang besar.
Baca Juga: Ingin Pindah ke IFG Life, Pegawai Asuransi Jiwasraya Wajib Ikut Seleksi “Kita lihat uang pertanggungan ribuan triliun di industri asuransi jiwa dengan 60 perusahaan yang minimal modal Rp 100 miliar jika dikali kan masih Rp 6 triliun, itu
jomplang,” kata Togar.
Meskipun demikian, untuk jumlah pastinya berapa modal minimum nantinya perlu didiskusikan dengan pelaku industri ini sendiri. Ia mengaku sampai saat ini belum mengetahui rancangan angka modal minimum dari perusahaan asuransi. Selain itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman menolak berkomentar terlebih dahulu terkait rancangan regulasi tersebut. “Saya coba koordinasikan dulu supaya penjelasan Bu Dewi bisa saya terima secara utuh,” ujarnya singkat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati