KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah langkah proaktif untuk memastikan terjaganya stabilitas sistem keuangan (SSK). Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan ini sebagai upaya memitigasi
downside risk tersebut namun dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. “OJK mendukung keberlanjutan pemulihan ekonomi dalam rangka mengatasi
scarring effect yang ditimbulkan akibat pandemi serta menjaga kinerja fungsi intermediasi. Dalam waktu dekat, OJK sedang menyiapkan respons kebijakan yang bersifat
targeted dan
sectoral,” ujar Mahendra secara virtual pada Kamis (3/11). Dalam kebijakan itu nantinya akan membahas mengenai restrukturisasi serta penetapan perlakuan khusus untuk lembaga jasa keuangan (LJK) daerah. Maupun sektor tertentu yang terdampak bencana alam dan non alam.
“Namun demikian, OJK akan terus melakukan penyelarasan kebijakan dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik yang diperkirakan masih akan terus berubah terutama di tahun 2023. Dalam hal ini, OJK mengharapkan dukungan kolaborasi kebijakan baik fiskal dan moneter untuk mengatasi
scarring effect pada sektor tertentu dimaksud agar tidak berlangsung berkepanjangan,” tutur Mahendra.
Baca Juga: OJK Masih Analisis Sektor yang Perlu Diberi Perpanjangan Restrukturisasi Covid-19 Selain itu, OJK juga akan tetap mengambil kebijakan agar fungsi intermediasi LJK tetap dapat memberikan dukungan pada berbagai sektor ekonomi yang dinilai memiliki prospek yang menjanjikan dan
multiplier effect yang tinggi. Dalam hal ini, OJK telah mengeluarkan kebijakan prudensial dengan memperpanjang relaksasi Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) kredit sampai dengan 2023. Juga memberikan pengecualian Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), serta merelaksasi penilaian kualitas kredit. Kebijakan ini antara lain untuk mendukung program percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL BB). Serta pengembangan industri hulunya meliputi industri baterai, industri
charging station, dan industri komponen. “Lebih lanjut, kebijakan sektor perbankan ini juga akan dilengkapi dengan kebijakan serupa dari sektor pasar modal dan IKNB,” tambah Mahendara. OJK mencatatkan kredit perbankan tumbuh 11% secara tahunan alias
year on year (YoY) hingga September 2022 di dorong kredit modal kerja tumbuh 12,6% dan kredit korporasi tumbuh 12,97%. Dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 6,77% didorong giro dan tabungan yang tumbuh masing-masing 13,52% dan 10,05%. Lanjutnya, sejalan dengan intermediasi perbankan itu, penyaluran pembiayaan perusahaan pembiayaan lanjutkan tren positif bagi tujukan premi asuransi dan penghimpunan dana di pasar modal. Lantaran penyaluran pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan tumbuh 10,68% per September 2022. Kinerja itu didukung oleh pembiayaan modal kerja dan investasi masing-masing 27,1% dan 21,7% YoY. Sedangkan Industri perasuransian berhasil himpun premi sebesar Rp 23,7 triliun per September 2022. Rinciannya, premi dari industri asuransi jiwa sebesar Rp 14,6 triliun dan industri asuransi umum sebesar Rp 9,1 triliun.
Baca Juga: Tertekan Isu Keuangan Global, Begini Cara OJK Mitigasi Fluktuasi Pasar Modal Domestik “Himpunan dana di pasar modal hingga 25 Oktober 2022 mencapai Rp 190,9 triliun dengan tambahan 48 emiten baru. Kinerja saham sendiri tetap bukukan kinerja positif, IHSG menguat 7,09% YTD per 25 Oktober 2022,” tambahnya. Ia menyatakan kinerja itu membuat IHSG termasuk salah satu bursa saham kinerja terbaik di regional. Ditunjang oleh
net buy non resident di pasar saham sebesar Rp 77,22 triliun sepanjang tahun di tengah volatilitas pasar global. “Namun demikian, perlu dicermati tekanan saham global sudah berdampak pada pasar saham domestik, tercermin dari penguatan terbatas pasar saham domestik hanya 0,1% pada Oktober sampai 25 Oktober lalu,” pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi