BOGOR. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan pengaduan klaim asuransi tahun 2016 mencapai 163. Pengaduan klaim asuransi tersebut berasal dari seluruh lini usaha asuransi nasional.Aduan asuransi terbanyak ada pada kasus asuransi lini usaha
suretyship dengan jumlah 51 klaim. Sementara itu, pada kasus lini usaha asuransi harta benda (properti) 29 klaim.Ada kasus pengaduan kesehatan 16 klaim, asuransi unitlink 13 klaim, asuransi jiwa konvensional 17 klaim, asuransi kredit 12 klaim.
Ada pula asuransi rangka kapal sebanyak 10 klaim, asuransi pengangkutan 3 klaim, kendaraan bermotor 8 klaim kecelakaan diri 1 klaim, serta asuransi TKI 3 klaim. Menurut Deputi Direktur Pengawasan Asuransi OJK Kristianto Andi Handoko, pengaduan klaim terbanyak asuransi dari lini usaha suretyship sebesar 31% dari 100% keseluruhan pengaduan klaim. "Jumlahnya ada 51 dan
suretyship ini menanggung proyek di bidang infrastruktur," ujar Kristianto kepada KONTAN, Sabtu (1/4) dalam acara Pelatihan dan Media Gathering di Hotel Aston, Bogor, Kristianto menjelaskan jika klaim
suretyship adalah produk asuransi yang digunakan untuk menjamin proyek-proyek infrastruktur, seperti pembuatan jalan raya, jalan tol, rumah sakit, dan lain-lain. Untuk proyek-proyek infrastruktur tersebut, biasanya dikerjakan oleh pelaksana tender atau biasa disebut principal. Proses pengerjaan proyek tersebut harus sesuai dengan permintaan pemilik kerja atau
obligee. "Nah, peran asuransi di sini ada untuk menjamin proyek pekerjaan tersebut. Biasanya
obligee melakukan klaim pada perusahaan asuransi dengan menggunakan
surety bond atau bisa disebut sebagai penjaminan untuk asuransi," kata Kristianto. Kristianto mengatakan, selama ini, permasalahan yang menyebabkan banyak pengaduan klaim biasanya terkait masalah tenggang waktu, pembayaran, serta penetapan progress pekerjaan. "Kadang
obligee merasa jika principal itu wanprestasi ketika belum bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan permintaannya. Kemudian si
obligee mengklaim ke perusahaan asuransi dengan
surety bond. Padahal sebenarnya
surety bond itu hanya kontrak pelengkap saja," kata Kristianto. Menurut Kristianto, dalam
surety bond tidak diatur secara lengkap tentang perjanjian asuransi antara
obligee dan principal. "Kontrak utamanya tetap ada pada mereka sendiri. Pastinya pengaturan terkait wanprestasi secara detail diatur di sana. Jadi,
obligee tidak bisa sewaktu-waktu memutuskan sepihak jika principal melakukan wanprestasi," kata Kristianto.
Kesehatan modal asuransi Meskipun terdapat dispute dalam pengaduan klaim asuransi umum, Kristianto mengatakan jika rasio permodalan atau
risk based capital (RBC) asuransi umum per Februari 2017 ini masih sekitar 275%. Sedangkan untuk asuransi jiwa sekitar 516%. "Artinya, RBC asuransi umum masih diatas ketentuan 120%. Jadi RBC-nya masih cukup sehat dan stabil. Selama jumlah aset yang dimiliki lebih besar dibandingkan kewajiban yang harus dibayarkan tidak akan jadi masalah. Misal kewajiban membayarnya 100%, asetnya minimal harus ada 120%," kata Kristianto. Menurut Kristianto asuransi umum memang relatif lebih tidak pasti dan tidak bisa diperkirakan dikarenakan resikonya berbeda-beda di setiap bidang. Menurutnya asuransi jiwa sudah ada ilmu aktuarisnya dan data statistiknya, sedangkan asuransi umum itu masih sulit perkiraan. "Misal pada asuransi kapal, kita tidak bisa memperkirakan jumlah kematian atau resiko kecelakaannya," kata Kristianto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia