KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya memperbaiki aturan main bisnis bisnis fintech peer to peer (P2P) lending di Indonesia. Maklum, akhir-akhir ini banyak kasus fintech yang bahkan sampai menelan korban jiwa. Karena itu, baru-baru ini, OJK menerbitkan Surat Edaran OJK atau SEOJK No.19/SEOJK.06/ 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Lewat surat edaran yang diteken Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman pada 8 November 2023 ini, OJK mengatur sejumlah hal terkait bisnis fintech lending. Antara lain, pengaturan terkait suku bunga dan batasan bagi masyarakat untuk mengajukan pinjaman di fintech lending, serta pengaturan terkait penagihan.
Berdasarkan salinan SEOJK yang dimaksud, batas maksimum bunga pinjaman untuk pendanaan konsumtif yang dibatasi untuk tenor pendanaan jangka pendek diatur sebesar 0,3% per hari kalender dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan. Aturan ini berlaku mulai 1 Januari 2024. Selanjutnya, secara bertahap besaran bunga pinjaman konsumtif diturunkan menjadi 0,2% per hari kalender pada 1 Januari 2025. Pada 1 Januari 2026, besaran bunga pinjaman konsumtif diturunkan menjadi 0,1%.
Baca Juga: Aturan OJK, Nasabah Wajib Hitung Pendapatan Sebelum Pinjam di Pinjol Sementara itu, besaran batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga pinjol sektor produktif ditetapkan sebesar 0,1% per hari kalender dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan. Dijelaskan aturan tersebut berlaku dua tahun sejak 1 Januari 2024, atau hingga 2026. Selanjutnya, aturan batas maksimum bunga pinjol sektor produktif dipatok 0,067% per hari kalender dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan. Aturan tersebut berlaku pada 1 Januari 2026. Dijelaskan juga seluruh manfaat ekonomi dan denda keterlambatan yang dikenakan kepada konsumen tidak melebihi 100% dari nilai pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pendanaan. Asal tahu saja, selama ini bunga fintech yang dikenakan ke konsumen mengikuti aturan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang sebesar 0,4% per hari. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan OJK Agusman mengatakan, aturan baru tentang bunga fintech sudah ditunggu masyarakat. "Pengaturan yang baru ini, kami secara bertahap akan menyesuaikan manfaat ekonomi. Kami mulai untuk pendanaan konsumtif mulai Januari 2024 itu kena 0,3% per hari, kemudian 2025 kena 0,2% per hari, lalu 2026 dan tahun selanjutnya kena 0,1% per hari," ujarnya saat konferensi pers di Seasons Hotel, Jakarta Selatan, Jumat (10/11). Agusman menyebut OJK tak bisa tiba-tiba langsung menurunkan bunga menjadi 0,1% karena akan menggangu kinerja industri fintech lending. Oleh karena itu, harus dilakukan secara bertahap.
Berharap Dampak Positif
Sekretaris Jenderal AFPI Tiar Karbala mengatakan, AFPI menyambut baik dan mendukung keputusan OJK terkait penurunan suku bunga fintech. "Kami meyakini OJK dengan peraturan yang berlaku dan terbaru bisa memberikan dampak seluasnya kepada masyarakat. Aturan itu dampak positif, kenapa tak kami dukung?" ucapnya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (10/11). Tiar menyatakan AFPI tak keberatan dengan peraturan baru tersebut. Dia mengatakan para penyelenggara yang tergabung dalam AFPI siap untuk menjalankan peraturan itu. Tiar juga menegaskan, para penyelenggara sudah memiliki strategi sendiri menghadapi ketentuan baru mengenai bunga pinjol. Ia yakin, para pengurus fintech lending bisa melakukan yang terbaik untuk menyesuaikan dengan aturan baru tersebut. Group CEO PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk atau Akseleran (AKSL) Ivan Nikolas menyambut baik besaran bunga terbaru untuk pinjaman fintech sektor produktif menjadi 0,1% per hari. Namun, ia merasa keberatan dengan ketentuan terbaru besaran bunga untuk konsumtif yang sebesar 0,067% per hari yang mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Baca Juga: OJK Bakal Atur Pemegang Modal Fintech Group CEO Akseleran Ivan Nikolas mengatakan aturan baru terkait bunga konsumtif itu memberatkan industri. "Perlu diingat bahwa pinjaman produktif fintech lending tidak menggunakan agunan berupa fixed asset, sehingga dari sisi risiko berbeda. Jadi, apabila 0,067% per hari, akan menutup kemungkinan untuk menyalurkan pinjaman produktif ke borrower UMKM, seperti online merchant dan penjual retail," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (10/11). Ivan menerangkan saat ini rata-rata total biaya untuk borrower di Akseleran berada di bawah 2% per bulan, tetapi produk-produk tertentu untuk borrower yang size-nya relatif kecil, seperti online merchant bisa saja di atas itu. Dengan aturan baru tersebut, Ivan menyampaikan Akseleran kemungkinan tidak bisa memberikan pendanaan kepada
borrower kecil dengan
credit risk yang lebih besar khususnya pada beberapa produk, seperti online merchant. Maksimal Pinjam di 3 Fintech Selain mengatur soal batasan bunga pinjaman, OJK juga akan membatasi masyarakat meminjam hanya di tiga entitas fintech peer to peer (P2P) lending. Agusman menuturkan, dengan aturan ini, OJK berusaha memitigasi agar peminjam tak seenaknya meminjam di berbagai platform. "Sekarang dibatasi. Jadi, hanya maksimum tiga," ucapnya. Disamping itu, kata Agusman, lewat aturan ini, OJK juga berusaha untuk melindungi konsumen dalam meminjam di fintech lending. Dia juga mengatakan aturan tersebut untuk mencegah praktik pemberian dana secara berlebihan kepada peminjam. Dengan peraturan baru itu, Agusman berharap masyarakat lebih memperhatikan kemampuan membayar jika mau meminjam pada pinjaman online. Selain itu, pengguna juga harus memastikan aplikasi pinjol yang dipakai terdaftar di OJK. "Konsumen juga harus lihat, fintech-nya terdaftar enggak di OJK?" ujarnya. Asal tahu saja, dalam SEOJK No.19/SEOJK.06/ 2023, penyelenggara dalam pelaksanaan kegiatan pendanaan harus memperhatikan sejumlah hal, yakni untuk kepentingan perlindungan konsumen dan masyarakat, serta setiap penyelenggara tidak diperkenankan melakukan Pendanaan yang tidak sehat. Adapun pendanaan yang tidak sehat, berarti pendanaan yang mengenakan syarat, ketentuan, manfaat ekonomi, atau denda keterlambatan yang tidak wajar bagi penerima dana, yang tidak memperhatikan kemampuan membayar kembali (repayment capacity) penerima dana atau pendanaan yang diterima penerima dana lebih dari 3 penyelenggara. Brand Manager fintech AdaKami Jonathan Krissantosa menyampaikan, hadirnya aturan tersebut sebagai bentuk perlindungan konsumen, terutama menghindari potensi gali lubang tutup lubang. “Ketentuan ini tentu menjadi positif karena mendukung proses kredit scoring platform dimana kami sebagai platform perlu mengukur kemampuan bayar nasabah sebagai bagian dari mitigasi gagal bayar,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (13/11). Jonathan bilang, dengan adanya aturan ini ia berharap literasi masyarakat semakin meningkat dengan sosialisasi yang dilakukan sehingga masyarakat memahami seluruh aturan main. “Sehingga masyarakat lebih mampu mempertimbangkan hak dan tanggung jawabnya dalam menggunakan produk keuangan,” katanya.
Batasi Jam Penagihan
Tak hanya mengatur batasan bunga dan batasan jumlah entitas peminjam, Agusman mengatakan lewat SE ini OJK juga mengatur jam operasional penagihan oleh
debt collector. "Jadi, kami membatasi maksimum sampai jam 8 malam, boleh ditelepon dan seterusnya," ucapnya. Secara rinci, dalam SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 menyebutkan penyelenggara harus melakukan penagihan secara mandiri atau dengan menunjuk pihak lain untuk melaksanakan penagihan. Penyelenggara harus memberikan informasi terkait jatuh tempo pendanaan kepada penerima dana untuk melakukan pembayaran secara berkala sebelum pendanaan jatuh tempo dan dapat ditagihkan. "Dalam hal penerima dana wanprestasi, penyelenggara harus melakukan penagihan paling sedikit dengan memberikan surat peringatan setelah jangka waktu pendanaan habis dan setelah jatuh tempo sebagaimana dalam perjanjian pendanaan antara pemberi dana dan penerima dana," tulis peraturan tersebut.
Baca Juga: Begini Respon AdaKami Soal Aturan OJK yang Batasi Pinjaman di 3 Fintech Selain itu, tertera penagihan dapat dilakukan dengan cara
desk collection, yaitu penagihan tidak langsung, yakni melalui media pesan, panggilan telepon, panggilan video, serta perantara lainnya. Cara lainnya,
field collection, yaitu penagihan langsung secara tatap muka. Dalam melakukan penagihan, tenaga penagih atau
debt collector harus memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal penyelenggara melakukan kerja sama penagihan dilakukan oleh pihak lain kepada penerima dana, pihak lain tersebut wajib memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi yang terdaftar di OJK. Penagihan tidak diperkenankan dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan penerima dana. Penagihan juga tidak diperkenankan dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal.
"Penagihan dilakukan dengan menghindari penggunaan kata dan tindakan yang mengintimidasi, seperti merendahkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), harkat, martabat, dan harga diri, di dunia fisik maupun di dunia maya kepada penerima dana, kontak darurat penerima dana, kerabat, rekan, keluarga, dan harta bendanya," tulis aturan tersebut. Dalam SEOJK bagian tenaga penagihan itu juga menerangkan penagihan tidak diperkenankan dilakukan kepada pihak selain penerima dana. Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat penerima dana dan penagihan di luar tempat dan waktu sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan atau perjanjian dengan penerima dana terlebih dahulu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi