OJK bentuk aturan konglomerasi lembaga keuangan



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membentuk aturan permodalan dan likuiditas khusus untuk konglomerasi lembaga keuangan. Agus Siregar, Kepala Direktorat Pengawasan Perbankan II OJK, mengatakan, aturan tersebut akan keluar pada kuartal III atau kuartal IV pada tahun 2014. Aturan tersebut berlaku awal tahun 2015.

"Aturan modal dan likuiditas tersebut untuk menjaga kondisi kesehatan konglomerasi lembaga keuangan," kata Agus, kemarin (14/4). Tujuan modal konglomerasi tersebut untuk meng-kover induk dan anak usaha ketika mengalami kekeringan modal. Sayangnya, ia belum dapat menyampaikan nilai modal dan likuiditas untuk konglomerasi lembaga keuangan, karena masih akan dikaji oleh internal OJK."Patokan nilai modal dan likuiditas tersebut paling tidak harus cukup mengatasi semua resiko yang ada di konglomerasi lembaga keuangan, bukan cuma anak usaha tetapi juga menjaga kesehatan induk usaha," tambah Agus. Mendatang, induk lembaga keuangan juga memiliki kewajiban untuk membentuk Rencana Bisnis Konglomerasi Keuangan yang terdiri dari rencana bisnis induk dan anak usaha.Agus bilang, sebetulnya pengawasan konglomerasi ini mulai berlaku pada Mei 2014. Tapi, tahap awal pengawasan konglomerasi dilakukan oleh peraturan internal OJK seperti pengumpulan laporan konglomerasi lembaga keuangan, diskusi rencana bisnis, koordinasi antar pengawas lembaga keuangan, serta sosialiasi pengawasan konglomerasi kepada lembaga keuangan. "Efektifnya pengawasan konglomerasi akan berlaku pada awal tahun depan," ucapnya.Jahja Setiadmadja, Presiden Direktur BCA, menyatakan, perlu ada koordinasi antara induk dan anak usaha dalam membentuk permodalan untuk konglomerasi, rencana permodalan itu harus memperhitungkan kemampuan perusahaan dalam ekspansi bisnis. "Sebagai induk usaha harus memantau pertumbuhan anak usaha. Jangan tiba-tiba anak usaha kolaps, tanpa induk usaha melakukan antisipasi," ucapnya.Perusahaan yang terafiliasi oleh Grup Djarum ini mengaku, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) sebesar 17% sudah cukup untuk meliputi kebutuhan usaha induk dan anak usaha. Jika ada anak usaha yang merugi, maka induk usaha tidak serta merta langsung menyuntikan modal, karena induk akan meminta anak usaha untuk mengorbankan keuntungan (profit) untuk menutupi kerugiannya.Aviliani, Ekonom Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas), mengatakan, konglomerasi memperkuat benteng pertahanan bank di Indonesia untuk menahan serbuan bank-bank regional di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 atau 2020 khusus untuk perbankan. Hal ini disebabkan karena kompetitor yang akan dihadapi bank-bank di Indonesia adalah bank-bank kuat yang juga menjadi bagian dari konglomerasi di negaranya, seperti DBS dan UOB dari Singapura, serta Maybank dan Bank CIMB dari Malaysia. "Oleh karena itu modal menjadi kunci utama untuk terus tumbuh," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Sanny Cicilia