KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan fintech
peer to peer (P2P) lending berizin usaha penuh bersiap mengarap produk syariah. Namun hal ini harus mendapatkan restu terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menyatakan, OJK sebagai regulator memandangP2P Lending hadir untuk memberi kemudahan pendanaan bagi kelompok masyarakat yang unbanked dan underserved yang belum tergarap.
Baca Juga: Cerita bos fintech Do-It yang memutuskan pulang ke tanah air "P2P Lending yang telah terdaftar dan atau berizin dari OJK didorong sepenuhnya untuk terus berinnovasi dalam suatu ekosistem ekonomi digital yang bermanfaat bagi publik. Mereka bebas mengembangkan berbagai produk termasuk produk syariah, sepanjang telah memenuhi prinsip dan syarat-syarat syariah yang dapat diterima oleh masyarakat umum secara luas," ujar Hendrikus kepada Kontan.co.id pada Kamis (24/10). Lanjut Ia, regulasi fintech P2P lending yang telah tersedia menganut konsep umum atau principle base. Sehingga jangan dimaknai sebagai regulasi yang menghambat potensi ide-ide innovasi. Termasuk konsep syariah, yang memang sangat dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat luas. "Regulasi fintech lending yang tersedia pada saat ini membuka ruang yang luas bagi pengembangan fintech lending syariah di tanah air," tambah Hendrikus.
Baca Juga: Dorong pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, Do-It 100% serap pekerja Indonesia Ia bilang terkait operasional bisnis syariah ini, OJK menyerahkan sepenuhnya pada Dewan Syariah Nasional. Guna menentukan fintech berizin harus memiliki unit usaha syariah atau perusahaan sendiri berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Kendati demikian, Hendrikus menyebut bisnis model Fintech Lending tidak identik dengan bisnis model perbankan dan perusahaan pembiayaan. Sehingga P2P lending tidak melakukan transaksinya bersifat
On-Balance-Sheet atau mengelola portofolio pinjaman. "Oleh sebab itu, tidak diperlukan unit usaha syariah atau upaya lain yang hanya akan menambah komplikasi dan semakin menjauhkan semangat memberi keadilan dan kemudahan akses pendanaan bagi publik," jelas Hendrikus.
Baca Juga: Mimpi punya mobil baru, nasabah Jenius bisa buka Dream Saver Ia menyebut sebenarnya Bisnis model fintech P2P lending berbasis kontrak kesepakatan antar pihak. Baik yang konvensional ataupun yang berbasis syariah. Sehingga secara hukum perdata, kesepakatan ini sekaligus menjadi Undang-Undang bagi mereka yang telah saling mengikatkan diri dalam suatu akta perjanjian. "Dengan demikian, regulator tidak perlu mengambil langkah intervensi yang terlampau jauh, yang justeru dapat matikan semangat inovasi di bidang pendanaan," pungkas Hendrikus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto