OJK dan FSA Jepang kerjasama bidang pengawasan



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan perjanjian kerjasama di Bidang Pengawasan Lembaga Keuangan dengan Financial Services Agency of Japan (JFSA). Kerjasama itu ditandatangani pada Jumat (23/1) di Tokyo, Jepang. Naskah kerjasama ini merupakan kesepakatan tahap ketiga yang merupakan perluasan dari naskah kerjasama sebelumnya. Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad mengungkapkan, kerjasama antara OJK dengan JFSA merupakan hubungan kerjasama yang cukup intensif. Muliaman merinci, kerjasama dengan JFSA ini dapat dikategorikan dalam dua kelompok. Pertama adalah Operational Cooperation yang ditandatangani pada 30 Oktober 2013 silam. Kedua adalah Supervisory Cooperation yang telah diteken pada 13 Juni 2014 lalu. Muliaman menjelaskan, cakupan naskah kerjasama Operational Cooperation ini meliputi peningkatan kemampuan pengawasan di bidang Industri Keuangan non-Bank dan Pasar Modal, serta kerja sama di bidang Perbankan. Sedangkan kerjasama Supervisory Cooperation mencakup kerjasama mekanisme pengawasan lintas batas bagi seluruh sektor lembaga keuangan. "Kerjasama yang dibuat antara OJK dan JFSA tetap menjunjung tinggi semangat timbal balik dan menguntungkan kedua belah pihak, sebagaimana diamanatkan oleh UU no. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan," kata Muliaman dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Sabtu (24/1). Selain itu, sebagaimana naskah kerjasama lainnya, dokumen ini merupakan sebuah gentlemen agreement yang kedudukannya tetap berada di bawah kerangka hukum yang berlaku di kedua negara. Perjanjian kerjasama itu ditandai dengan penandatanganan naskah kerjasama oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad dan Komisioner JFSA Kiyoshi Hosomizo. Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan lembaga keuangan Jepang di Indonesia dan lembaga keuangan Indonesia di Jepang sudah cukup lama (Cross-border Establishment). Dalam kegiatan pengawasan lintas batas ini, pengawas bagi lembaga keuangan asing (Host Supervisor) sering kali membutuhkan informasi dari kantor pusat/induk usaha dari lembaga keuangan tersebut. Informasi dimaksud dapat diperoleh dari pengawas lembaga keuangan di tempat asal (Home Supervisor). Untuk kepentingan efektivitas pengawasan, diperlukan adanya mekanisme kerjasama yang menjamin bahwa arus pertukaran informasi tidak memiliki hambatan di kedua belah pihak. Kelancaran pertukaran informasi ini diperlukan agar tindakan pengawasan dapat berlangsung secara cepat dan efektif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan