OJK diminta membuat tarif acuan premi



JAKARTA. Industri asuransi umum menaruh harapan besar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pelaku asuransi umum meminta agar otoritas yang akan mulai bekerja pada tahun depan itu membuat tarif premi referensi alias acuan semua produk. Tujuannya, menghindari perang tarif premi serta menyehatkan persaingan usaha.

Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), mengaku telah menyampaikan permintaan itu secara langsung ke Dewan Komisioner OJK saat acara Insurance Rendevous di Bali pekan lalu.

Dewan Komisioner OJK yang hadir adalah Firdaus Djaelani ,yang juga Kepala Eksekutif Bidang Lembaga Keuangan Non-Bank. "Kami juga memberi banyak masukan untuk perbaikan industri, tapi yang urgent adalah tarif preferensi," terang Julian, Minggu (7/10).


Alasannya, sekarang baru ada satu tarif acuan di asuransi umum, yakni produk asuransi kendaraan bermotor. Hal itu diatur dalam Peraturan Ketua Bapepam-LK No 04 tahun 2011 tentang Referensi unsur premi murni serta unsur biaya administrasi dan biaya umum lain pada lini asuransi kendaraan bermotor.

Sementara, produk yang lain belum memiliki tarif referensi. Untuk penentuan tarif premi, perusahaan hanya mengandalkan data statistik sendiri. Perusahaan asuransi pun berlomba-lomba menekan tarif premi demi menggaet nasabah. Perang tarif premi pun tak terhindarkan. Tentu saja, ini merugikan perusahaan asuransi dan membahayakan industri.

Oleh karena itu, sudah seharusnya regulator membuat tarif premi acuan. Tarif acuan itu nanti bukan mengandalkan statistik masing-masing perusahaan, tapi data statistik industri. "Selama ini, kami terus menunggu," tutur Julian.

Merusak pasar

AAUI berharap, tarif acuan premi itu sudah ada pada tahun 2013, terutama untuk produk asuransi properti. Dengan begitu bisa menjadi basis perubahan agar tarif properti kembali berdasarkan statistik industri. Indra Baruna, Presiden Direktur Adira Dinamika Insurance (Adira Insurance), menyatakan tarif preferensi itu bukan agar ada standar tarif premi. Melainkan agar persaingan tarif di industri tidak semakin liar.

Keberadaan tarif acuan bisa mengurangi persaingan tidak sehat. "Kalau bisa untuk semua produk akan lebih baik," tegasnya. Memang, perang tarif premi merugikan industri asuransi. Salah satunya, perang tarif asuransi properti, menyebabkan pangsa pasar produk ini merosot menjadi 27,4% pada akhir semester I 2012. Padahal, periode sama tahun lalu 29,9%.

Pangsa pasar properti kalah dari asuransi kendaraan bermotor, yang naik menjadi 30,1% dari sebelumnya 29%. Sampai akhir semester awal, total premi asuransi umum Rp 18,89 triliun tumbuh 12,8% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 16,74 triliun. Kontribusi asuransi properti Rp 5,1 triliun atau tumbuh 3,5% dari periode sama tahun lalu Rp 5 triliun. Sedangkan klaim bruto asuransi properti justru tumbuh 24,6% menjadi Rp 2 triliun dari periode sebelumnya Rp 1,6 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie