OJK Dinilai Harus Atur Regulasi Biaya yang Dikenakan kepada Peminjam Fintech



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Baru-baru ini beredar di media sosial tangkapan layar yang menunjukkan biaya layanan pinjaman peer to peer (P2P) lending AdaKami terbilang nilainya hampir 100% dari total pinjaman dengan tenor 9 bulan. Adapun nilai bunganya tak sebesar nilai biaya layanan.

Terkait hal itu, Pengamat sekaligus Direktur Center of Law and Economic Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus ikut bertanggung jawab melalui regulasi untuk menetapkan biaya yang dikenakan kepada borrower oleh fintech P2P lending.

"OJK perlu mengatur soal denda, biaya layanan, dan asuransi," ucapnya kepada KONTAN.CO.ID, Senin (25/6).


Menurut Bhima, biaya layanan pinjol relatif tinggi dan tidak wajar kalau dibebankan ke borrower atau pihak peminjam. Dia mengatakan pihak fintech masalahnya selalu beralasan kalau biaya layanan tinggi karena termasuk asuransi. 

Baca Juga: Fintech 360Kredi Ikuti Aturan AFPI Terkait Biaya Layanan

Dia berpendapat seharusnya biaya asuransi pinjaman itu dibebankan ke lender atau pemilik dana. Dengan demikian, asuransi bertujuan mengganti sebagian pinjaman macet untuk melindungi pemilik dana. 

"Jangan dibalik, justru asuransi sebagian besar dibebankan ke peminjam," ungkapnya.

Bhima menilai sejauh ini ada ruang kosong regulasi karena masalah biaya layanan tidak diatur eksplisit ke dalam POJK 10/Pojk.05/2022. Jadi, ditambah pada bagian kegiatan usaha.

"Belum ada soalnya aturan maksimum biaya layanan. Misalnya, 5%-10% dari pokok pinjaman perlu diatur oleh OJK secepat mungkin," kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi