KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aturan terkait rencana hapus kredit macet UMKM masih ditunggu-tunggu. Terkhusus, bank-bank milik negara (Himbara) yang selama ini tak bisa melakukan hal tersebut lantaran bisa dikategorikan kerugian negara. Sebagai informasi, UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) khususnya pada Pasal 250 dan 251 memuat ketentuan mengenai penghapusbukuan dan penghapus tagihan piutang macet UMKM pada bank dan lembaga keuangan nonbank (LKNB). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, sejatinya aturan tersebut merespon kesulitan dari bank-bank pelat merah untuk bisa melakukan hal yang sama seperti halnya bank-bank swasta selama ini.
Baca Juga: Bank KB Bukopin (BBKP) Jual Aset Bermasalah ke Perusahaan Singapura Rp 3,81 Triliun Dian memandang menghapusbukukan atau hapus tagihan itu suatu
best practice yang dilakukan dalam kegiatan perbankan pada umumnya. Selama ini, bank-bank swasta sudah biasa melakukan itu. “BUMN di sektor perbankan ini memang harus lebih independen dalam artian harus bisa mengambil keputusan sendiri tidak hanya kredit UMKM tapi juga kredi lain nantinya,” ujar Dian, Kamis (3/8). Lebih lanjut, Dian bilang aturan turunan ini nantinya bisa memberikan kepastian hukum baik untuk bank-bank BUMN ataupun nasabah-nasabah yang selama ini memiliki kredit macet. Sehingga, ada solusi yang didapatkan dari permasalah ini. Dian juga menambahkan bahwa saat ini jika melihat secara keseluruhan, risiko kredit macet dari UMKM ini relatif kecil. Ia menyebutkan kredit macet UMKM sebelum COVID-19 rata-rata di angka 7% sekarang itu tinggal di angka 3,91%. Meski demikian, perlu diingat juga bahwa porsi kredit UMKM yang masih dalam restrukturisasi termasuk yang mendominasi dari kredit restrukturisasi Covid-19 yang bersifat targeted. Porsinya mencapai 71% dari total senilai Rp 163,3 triliun. Dian menegaskan juga bahwa semua kredit macet UMKM itu nantinya tidak semerta-merta bisa langsung dihapuskan. Tentunya, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh bank “Ketentuan prudential termasuk juga pemenuhan CKPN dalam konteks menutup berbagai kerugian itu,” ujar Dian. Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengungkapkan bahwa aturan terkait hapus kredit mace tersebut membuka kesempatan, misal bagi debitur UMKM yang terdampak Covid-19 untuk mengembangkan usahanya kembali. Hanya saja, ia melihat bahwa perlu diatur dengan jelas terkait ketentuan-ketentuan teknis agar prosesnya bisa berjalan secara tertib. Ditambah, mekanisme penyesuaian informasi di data SLIK OJK. “Yang utama menurut kami, ketentuan kebijakan tersebut bisa menghindari moral hazard,” ujar Siddik, Senin (31/7). Dalam hal ini, Siddik menegaskan agar kebijakan tersebut tepat sasaran dengan ditujukan pada debitur-debitur yang selama ini secara aktif bekerjasama dengan bank untuk berusaha melakukan restrukturisasi kredit macetnya. Di mana, usaha tersebut belum memiliki hasil. Sementara itu, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut nantinya dapat menghindari debitur-debitur fiktif atau debitur yang sudah tidak bisa ditemui lagi di lapangan. Jadi, hapus tagih tersebut benar-benar tepat sasaran.
Baca Juga: Kredit Perbankan Tumbuh pada Awal Tahun, Ini Segmen yang Jadi Penopangnya Sebagai informasi, kredit macet Bank Mandiri secara bank only mencapai Rp 14,9 triliun per Juni 2023 atau dengan rasio NPL 1,53% . Ini terdiri dari kredit bermasalah di segmen mikro sebesar Rp 1,07 triliun, naik dari Rp 1,77 triliun pada semester pertama 2022. Sekitar Rp 1,8 kredit mikro di bank ini masih dalam restrukturisasi Covid-19. NPL kredit segmen usaha kecil dan menengah mencapai Rp 710 miliar atau dengan rasio 0,98%, naik dari Rp 630 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kredit bermasalah di segmen konsumer naik dari Rp 1,81 triliun menjadi Rp 2,25 triliun dengan rasio 2,13%.
BRI yang memang fokus pada kredit UMKM mencatat NPL bank only berasal dari segmen mikro sebesar Rp 12,6 triliun atau 2,24% dari Rp 563,4 triliun total kredit segmen ini. Di segmen kecil mencapai Rp 9,9 triliun atau 4,45% dari jumlah kredit kecil sebesar Rp 222,5 triliun. Untuk NPL BRI dari segmen medium mencapai Rp 618 miliar atau 2,06% dari jumlah kreditnya yakni Rp 30 triliun. Sementara itu, BNI mencatat NPL di segmen kredit kecil sebesar Rp 3,39 triliun atau 3,6% dari total portofolio di segmen ini dan di segmen menengah senilai Rp 6 triliun atau dengan rasio NPL 6%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi