JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpendapat, industri dana pensiun (dapen) bisa stagnan jika iuran program jaminan pensiun (JP) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencapai 8%. Sebab, para nasabah dapat memindahkan iurannya dari para pelaku dapen ke program wajib tersebut. Heru Juwanto, Direktur Pengawasan Dana Pensiun OJK menyatakan, umumnya dalam satu tahun terdapat 2 hingga 3 calon pelaku Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) yang mengajukan izin pendirian. Tetapi, menjelang pengoperasian BPJS Ketenagakerjaan secara penuh pada 1 Juli 2015 nanti, banyak calon pelaku usaha yang menahan aksinya. "Mereka masih menunggu, wait and see. Kalau nanti iuran 8%, bisa jadi tidak ada sama sekali. Saya tidak yakin industri dana pensiun bisa tumbuh. Bisa habis nanti," tuturnya, Kamis (16/4). Per Maret 2015, dari total 268 pelaku dapen tanah air, sebanyak 198 pelaku merupakan DPPK dengan program pensiun manfaat pasti. Sedangkan DPPK dengan program pensiun iuran pasti berjumlah 45 pelaku. Sisanya, sekitar 25 pelaku adalah Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Tak sampai di sana, Heru mengungkapkan, banyak pelaku yang melapor kepada OJK bahwa mereka kesulitan dalam menawarkan program iuran pensiun kepada para calon nasabahnya, baik ritel maupun korporasi. "Setiap mereka nawarin, (konsumen) bilangnya nanti deh. Tunggu BPJS. jadi ga berkembang," pungkasnya. Dalam kurun empat tahun terakhir, pertumbuhan jumlah peserta dapen swasta terbilang melambat. Pada tahun 2010, jumlah peserta meningkat 5,1% (yoy) dan melonjak 9,39% (yoy) di tahun 2011. Tetapi, di tahun 2012, jumlah konsumen dapen hanya tumbuh 8,53% (yoy). Pencapaian serupa juga terjadi pada tahun 2013 yakni 8,6% (yoy) dan mencapai level 8,9% (yoy) tahun lalu. Hingga akhir tahun 2014, jumlah peserta dapen berkisar 3,63 juta orang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
OJK: Iuran JP 8%, industri dapen bisa habis
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpendapat, industri dana pensiun (dapen) bisa stagnan jika iuran program jaminan pensiun (JP) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencapai 8%. Sebab, para nasabah dapat memindahkan iurannya dari para pelaku dapen ke program wajib tersebut. Heru Juwanto, Direktur Pengawasan Dana Pensiun OJK menyatakan, umumnya dalam satu tahun terdapat 2 hingga 3 calon pelaku Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) yang mengajukan izin pendirian. Tetapi, menjelang pengoperasian BPJS Ketenagakerjaan secara penuh pada 1 Juli 2015 nanti, banyak calon pelaku usaha yang menahan aksinya. "Mereka masih menunggu, wait and see. Kalau nanti iuran 8%, bisa jadi tidak ada sama sekali. Saya tidak yakin industri dana pensiun bisa tumbuh. Bisa habis nanti," tuturnya, Kamis (16/4). Per Maret 2015, dari total 268 pelaku dapen tanah air, sebanyak 198 pelaku merupakan DPPK dengan program pensiun manfaat pasti. Sedangkan DPPK dengan program pensiun iuran pasti berjumlah 45 pelaku. Sisanya, sekitar 25 pelaku adalah Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Tak sampai di sana, Heru mengungkapkan, banyak pelaku yang melapor kepada OJK bahwa mereka kesulitan dalam menawarkan program iuran pensiun kepada para calon nasabahnya, baik ritel maupun korporasi. "Setiap mereka nawarin, (konsumen) bilangnya nanti deh. Tunggu BPJS. jadi ga berkembang," pungkasnya. Dalam kurun empat tahun terakhir, pertumbuhan jumlah peserta dapen swasta terbilang melambat. Pada tahun 2010, jumlah peserta meningkat 5,1% (yoy) dan melonjak 9,39% (yoy) di tahun 2011. Tetapi, di tahun 2012, jumlah konsumen dapen hanya tumbuh 8,53% (yoy). Pencapaian serupa juga terjadi pada tahun 2013 yakni 8,6% (yoy) dan mencapai level 8,9% (yoy) tahun lalu. Hingga akhir tahun 2014, jumlah peserta dapen berkisar 3,63 juta orang. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News