JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang belum rampung menyusun aturan teknis iuran dari lembaga jasa keuangan. Namun, regulator finansial ini tak akan mengubah sumber pemberi iuran.Dalam Peraturan Pemerintah no 11/2014, OJK akan menarik pungutan dari lembaga jasa keuangan. Perusahaan, badan, atau perorangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan, akan terkena kewajiban iuran pada OJK. Dana iuran tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administrasi, pengadaan aset dan kegiatan OJK lainnya.Lantaran memberi beban baru pada industri keuangan, berbagai lembaga keuangan masih menyuarakan opini agar pungutan ini tak terlalu memberatkan perusahaan atau membebani nasabah. Lucky Fathul, Deputi Komisioner OJK menilai, pungutan OJK justru menjadi jalan keluar agar keperluan biaya operasional tidak terus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mestinya dipergunakan untuk kepentingan rakyat. "Oleh sebab itulah, pungutan dari pelaku industri jasa keuangan terus didorong untuk ditingkatkan," kata Lucky, pekan lalu.Sebelumnya, Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) menyuarakan jalur alternatif perolehan sumber pendanaan untuk biaya operasional OJK. Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas mengakui, pungutan ini sudah diatur dalam Undang-undang OJK dan PP Pungutan oleh OJK. "Cuma pertanyaannya, apa manfaatnya pungutan ini bagi masyarakat pengguna jasa keuangan," kata Sigit.Sigit mengakui, beban industri perbankan dalam membayar pungutan OJK akan ditimpakan kepada masyarakat yang menjadi nasabah perbankan, dalam bentuk apapun. Termasuk, kenaikan suku bunga kredit yang menambah beban masyarakat yang memerlukan pinjaman dari perbankan.Oleh sebab itu, mantan Direktur Utama BNI ini mengusulkan agar Bank Indonesia (BI) memberi bunga bagi setoran bank atau Giro Wajib Minimum (GWM). Besarnya sesuai dengan besaran pungutan OJK yang berkisar 0,03% dari total aset bank. "Sehingga ini mengurangi beban bank supaya tidak menimpakan beban pungutan OJK ke masyarakat," ujar Sigit.Sigit menambahkan premi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga bisa dipergunakan untuk pembiayaan OJK. Dengan kinerja industri perbankan yang jauh lebih baik serta tak perlu langkah penyelematan dari LPS, dana hasil pungutan premi LPS bisa dipergunakan. "Premi LPS saat ini dananya mencapai Rp 40 triliun. Ini bisa jadi alternatif tanpa harus merubah UU apapun," pungkas pria yang juga salah satu pendiri OJK Watch tersebut. OJK mengakui, cara tersebut memungkinkan dilakukan. "Tapi kalau ini dilakukan, lantas dimana independensi OJK. Ini bukan semata soal teknis pungutan," ujar Lucky.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
OJK kekeuh iuran bersumber dari lembaga keuangan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang belum rampung menyusun aturan teknis iuran dari lembaga jasa keuangan. Namun, regulator finansial ini tak akan mengubah sumber pemberi iuran.Dalam Peraturan Pemerintah no 11/2014, OJK akan menarik pungutan dari lembaga jasa keuangan. Perusahaan, badan, atau perorangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan, akan terkena kewajiban iuran pada OJK. Dana iuran tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administrasi, pengadaan aset dan kegiatan OJK lainnya.Lantaran memberi beban baru pada industri keuangan, berbagai lembaga keuangan masih menyuarakan opini agar pungutan ini tak terlalu memberatkan perusahaan atau membebani nasabah. Lucky Fathul, Deputi Komisioner OJK menilai, pungutan OJK justru menjadi jalan keluar agar keperluan biaya operasional tidak terus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mestinya dipergunakan untuk kepentingan rakyat. "Oleh sebab itulah, pungutan dari pelaku industri jasa keuangan terus didorong untuk ditingkatkan," kata Lucky, pekan lalu.Sebelumnya, Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) menyuarakan jalur alternatif perolehan sumber pendanaan untuk biaya operasional OJK. Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas mengakui, pungutan ini sudah diatur dalam Undang-undang OJK dan PP Pungutan oleh OJK. "Cuma pertanyaannya, apa manfaatnya pungutan ini bagi masyarakat pengguna jasa keuangan," kata Sigit.Sigit mengakui, beban industri perbankan dalam membayar pungutan OJK akan ditimpakan kepada masyarakat yang menjadi nasabah perbankan, dalam bentuk apapun. Termasuk, kenaikan suku bunga kredit yang menambah beban masyarakat yang memerlukan pinjaman dari perbankan.Oleh sebab itu, mantan Direktur Utama BNI ini mengusulkan agar Bank Indonesia (BI) memberi bunga bagi setoran bank atau Giro Wajib Minimum (GWM). Besarnya sesuai dengan besaran pungutan OJK yang berkisar 0,03% dari total aset bank. "Sehingga ini mengurangi beban bank supaya tidak menimpakan beban pungutan OJK ke masyarakat," ujar Sigit.Sigit menambahkan premi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga bisa dipergunakan untuk pembiayaan OJK. Dengan kinerja industri perbankan yang jauh lebih baik serta tak perlu langkah penyelematan dari LPS, dana hasil pungutan premi LPS bisa dipergunakan. "Premi LPS saat ini dananya mencapai Rp 40 triliun. Ini bisa jadi alternatif tanpa harus merubah UU apapun," pungkas pria yang juga salah satu pendiri OJK Watch tersebut. OJK mengakui, cara tersebut memungkinkan dilakukan. "Tapi kalau ini dilakukan, lantas dimana independensi OJK. Ini bukan semata soal teknis pungutan," ujar Lucky.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News