OJK Kemungkinan Besar akan Perpanjang Restrukturisasi Covid-19



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemungkinan bakal memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 setelah jatuh tempo pada Maret 2023. Rencana itu akan diambil dengan mempertimbangkan belum seluruhnya debitur terdampak Covid-19 kembali pulih dan ditambah dengan tantangan global yang berkembang belakangan. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, OJK saat ini masih dalam tahap melakukan analisis terakhir dan masih ada beberapa komponen yang harus dipertimbangkan sebelum membuat keputusan final.

"Nampaknya memang akan tetap kita perpanjang. Namun, bagaimana caranya akan kita uraikan detail nantinya. Tetapi dalam memperpanjang, kita akan betul-betul dilakukan targeted secara sektor, geografi, dan dari sisi krediturnya," kata Dian dalam konferensi pers OJK, Senin (3/10).


Baca Juga: Dorong Perlindungan Konsumen, OJK Catat 10 Ribu Pengaduan hingga September 2022

Hal itu jadi pertimbangan OJK karena regulator tidak mau kebijakan normalisasi membahayakan pertumbuhan ekonomi. Sementara mandat OJK dalam memberikan relaksasi kebijakan sebelumnya adalah untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan sehingga berkontribusi signifikan dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi. 

Dalam analisis yang dilakukan OJK, kata Dian, gangguan normalisasi restrukturisasi Covid-19 terhadap sistem perbankan dalam skenario terburuk sekalipun masih bisa dikatakan bisa ditangani karena pencadangan yang dilakukan perbankan sudah cukup besar. 

Outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 per Agustus mencapai Rp 543,45 triliun, turun Rp 16,7 triliun dari bulan sebelumnya dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,88 juta nasabah dari 1,94 juta pada Juli.

Dian mengungkapkan persentase restrukturisasi Covid-19 yang berpotensi gagal atau masuk dalam kategori high risk (loan at risk/LAR) hanya mencapai 11,53%. Sementara pencadangan yang sudah dilakukan terhadap LAR mencapai 39% atau lebih dari tiga kali lipat. 

Sedangkan yang sudah turun menjadi kredit macet atau non performing loan (NPL) mencapai 6,62% dari total kredit tang direstrukturisasi. 

Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang sudah dilakukan terhadap NPL mencapai 18,17%. 

Baca Juga: Menilik Dampak Kenaikan Suku Bunga Terhadap NPL Perbankan pada Tahun 2023

"Pencadangan untuk ini juga sudah tiga kali lipat. Sehingga dampaknya terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) juga tidak signifikan dengan melihat CKPN yang terbentuk," kata Dian. 

OJK melihat dampak normalisasi kebijakan hanya dari sisi kualitas aset. Mau tidak mau, rasio NPL akan mengalami kenaikan tetapi masih tetap di bawah 5% atau batas rambu-rambu aman dari OJK. Oleh karena itu, kenaikan NPL signifikan atau cliff effect sebetulnya masih bisa ditangani dengan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi