OJK kewalahan terima pengaduanJAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepertinya sedang kewalahan menerima layanan pengaduan konsumen dan masyarakat. Buktinya, setelah meluncurkan Layanan Konsumen Terintegrasi Februari 2014 lalu, dimana konsumen bisa menghubungi layanan di dua kanal, yaitu 500655 atau konsumen@ojk.go.id, regulator masih mengajak peran lembaga jasa keuangan untuk menempatkan satu orang pelaksana penanggungjawab untuk mengoptimalkan layanan pengaduan konsumen ini.Boleh jadi, sebetulnya, OJK kebanjiran pengaduan dari konsumen dan masyarakat. Tengok saja, sejak tahun lalu hingga 2 Juni 2014, wasit industri keuangan itu menerima 1.933 pengaduan. Sekitar 1.000 pengaduan di antaranya disampaikan di enam bulan pertama tahun ini. Kebanyakan pengaduan datang dari konsumen institusi keuangan perbankan, disusul industri keuangan non bank, serta pasar modal.Kusumaningtuti S Setiono, Anggota Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen mengungkapkan, peningkatan pengaduan konsumen ke OJK mencapai 100% sampai pertengahan tahun ini. “Mereka sudah tahu Layanan Konsumen Terintegrasi di 500655. Apalagi, bank juga bergabung. Sehingga, pengaduan konsumen datang lebih banyak,” ujarnya, Senin (9/6).Namun, bukan cuma soal kebanjiran pengaduan yang membuat telepon layanan konsumen di OJK tak berhenti berdering, melainkan juga soal banyaknya pengaduan yang bersifat kebutuhan informasi dari konsumen dan masyarakat mengenai produk yang mereka beli. Bahkan, tidak sedikit konsumen yang menanyakan soal cara membaca polis asuransi.Karenanya, OJK menilai adanya urgensi untuk masing-masing lembaga jasa keuangan menunjuk satu orang pelaksana penanggungjawab (person in charge) layanan pengaduan konsumen dan masyarakat. Orang ini akan membantu OJK menjawab kebutuhan informasi dan persoalan yang terkait langsung dengan perusahaan yang diwakilinya.Para person in charge dari masing-masing perusahaan juga akan diberikan akses untuk masuk ke sistem pengaduan informasi OJK. Nantinya, person in charge ini bisa menyisir pengaduan yang masuk yang terkait langsung dengan perusahaannya. “Tentunya, ada proses verifikasi terlebih dahulu sebelum ditangani,” terang Kusumaningtuti.Kusumaningtuti menjelaskan, dari total 14.000 kontak yang masuk, sebanyak 80% di antaranya malah sekadar menanyakan informasi produk, cara membaca polis, dan syarat dan ketentuan dari polis yang telah dimiliki konsumen. Padahal, tadinya OJK bermaksud untuk melayani pengaduan yang sifatnya lebih kompleks atawa masalah yang tidak terselesaikan antara konsumen dengan institusi keuangan terkait.Sebagai bukti, khusus 1.933 pengaduan yang berbau masalah saja, di luar informasi produk, polis dan hal lainnya, Kusumaningtuti mengklaim, regulator telah menyelesaikan sekitar 54% pengaduan. “Nah, per 2 Juni 2014, nilai kerugian yang diadukan dan telah diselesaikan OJK itu mencapai Rp 458 miliar,” imbuh dia.Bentuk kelompok kerjaSaat ini, OJK sendiri baru membentuk kelompok kerja. Senin (9/6) ini, regulator membentuk kelompok kerja untuk penanganan teknis pengaduan konsumen bersama dengan person in charge dari industri keuangan non bank. Selasa (10/6), hal serupa akan dilakukan OJK bersama dengan perbankan, serta pelaku pasar modal.Dalam kelompok kerja ini, OJK membagi diskusi antara industri asuransi, multifinance, dana pensiun, lembaga keuangan lainnya, perbankan, pasar modal. Hal tersebut dimaksudkan agar person in charge masing-masing perusahaan memahami persoalan teknisnya dan efektif dalam menjalankan layanan pengaduan konsumen ini.Diharapkan, Agustus 2014 nanti, sudah terbentuk unit pengaduan konsumen di OJK yang dibantu oleh person in charge dari masing-masing perusahaan. “Saat ini, unit itu sendiri masih dalam proses. Kami juga masih memberikan capacity building terhadap seluruh sumber daya manusianya. Road map-nya sudah selesai, tinggal kami komunikasikan ke masyarakat,” tutur Kusumaningtuti.Nelly Husnayati, Vice President Director & Chief Agency Officer Asuransi Jiwa Manulife Indonesia membeberkan, sedikitnya ada enam kendala yang dihadapinya dalam implementasi perlindungan konsumen di sektor perasuransian. Pertama, kesalahpahaman dari pemasaran produk (misselling). Kedua, kurang transparannya fitur produk yang ditampilkan dalam ilustrasi.“Ketiga, produk asuransi yang rumit, dan keempat, persaingan yang tidak sehat di antara para pelaku industri. Kelima, rendahnya pengertian atau kesadaran masyarakat mengenai asuransi dan terakhir, profesi pemasar asuransi yang belum populer,” ucapnya.Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia mengatakan, untuk merealisasikan perlindungan konsumen ini, perlu ada pelaksanaan dan pelaporan program edukasi konsumen, di samping pembentukkan unit penanganan pengaduan konsumen, termasuk penanganan pengaduan ke OJK.Kusumaningtuti menambahkan, untuk meningkatkan efektivitas penanganan pengaduan itu, Layanan Konsumen Terintegrasi OJK memperkenalkan sistem trackable dan traceable. Dengan sistem ini, konsumen dapat mengetahui perkembangan penanganan pengaduan yang telah disampaikan.“Lembaga jasa keuangan juga dapat menginformasikan status penanganan pengaduan yang berkaitan dengan instansinya. Pengaduan yang diterima dan difasilitasi penyelesaiannya oleh OJK adalah pengaduan yang tidak dapat diselesaikan antara konsumen dengan lembaga jasa keuangan,” pungkasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
OJK kewalahan terima pengaduan
OJK kewalahan terima pengaduanJAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepertinya sedang kewalahan menerima layanan pengaduan konsumen dan masyarakat. Buktinya, setelah meluncurkan Layanan Konsumen Terintegrasi Februari 2014 lalu, dimana konsumen bisa menghubungi layanan di dua kanal, yaitu 500655 atau konsumen@ojk.go.id, regulator masih mengajak peran lembaga jasa keuangan untuk menempatkan satu orang pelaksana penanggungjawab untuk mengoptimalkan layanan pengaduan konsumen ini.Boleh jadi, sebetulnya, OJK kebanjiran pengaduan dari konsumen dan masyarakat. Tengok saja, sejak tahun lalu hingga 2 Juni 2014, wasit industri keuangan itu menerima 1.933 pengaduan. Sekitar 1.000 pengaduan di antaranya disampaikan di enam bulan pertama tahun ini. Kebanyakan pengaduan datang dari konsumen institusi keuangan perbankan, disusul industri keuangan non bank, serta pasar modal.Kusumaningtuti S Setiono, Anggota Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen mengungkapkan, peningkatan pengaduan konsumen ke OJK mencapai 100% sampai pertengahan tahun ini. “Mereka sudah tahu Layanan Konsumen Terintegrasi di 500655. Apalagi, bank juga bergabung. Sehingga, pengaduan konsumen datang lebih banyak,” ujarnya, Senin (9/6).Namun, bukan cuma soal kebanjiran pengaduan yang membuat telepon layanan konsumen di OJK tak berhenti berdering, melainkan juga soal banyaknya pengaduan yang bersifat kebutuhan informasi dari konsumen dan masyarakat mengenai produk yang mereka beli. Bahkan, tidak sedikit konsumen yang menanyakan soal cara membaca polis asuransi.Karenanya, OJK menilai adanya urgensi untuk masing-masing lembaga jasa keuangan menunjuk satu orang pelaksana penanggungjawab (person in charge) layanan pengaduan konsumen dan masyarakat. Orang ini akan membantu OJK menjawab kebutuhan informasi dan persoalan yang terkait langsung dengan perusahaan yang diwakilinya.Para person in charge dari masing-masing perusahaan juga akan diberikan akses untuk masuk ke sistem pengaduan informasi OJK. Nantinya, person in charge ini bisa menyisir pengaduan yang masuk yang terkait langsung dengan perusahaannya. “Tentunya, ada proses verifikasi terlebih dahulu sebelum ditangani,” terang Kusumaningtuti.Kusumaningtuti menjelaskan, dari total 14.000 kontak yang masuk, sebanyak 80% di antaranya malah sekadar menanyakan informasi produk, cara membaca polis, dan syarat dan ketentuan dari polis yang telah dimiliki konsumen. Padahal, tadinya OJK bermaksud untuk melayani pengaduan yang sifatnya lebih kompleks atawa masalah yang tidak terselesaikan antara konsumen dengan institusi keuangan terkait.Sebagai bukti, khusus 1.933 pengaduan yang berbau masalah saja, di luar informasi produk, polis dan hal lainnya, Kusumaningtuti mengklaim, regulator telah menyelesaikan sekitar 54% pengaduan. “Nah, per 2 Juni 2014, nilai kerugian yang diadukan dan telah diselesaikan OJK itu mencapai Rp 458 miliar,” imbuh dia.Bentuk kelompok kerjaSaat ini, OJK sendiri baru membentuk kelompok kerja. Senin (9/6) ini, regulator membentuk kelompok kerja untuk penanganan teknis pengaduan konsumen bersama dengan person in charge dari industri keuangan non bank. Selasa (10/6), hal serupa akan dilakukan OJK bersama dengan perbankan, serta pelaku pasar modal.Dalam kelompok kerja ini, OJK membagi diskusi antara industri asuransi, multifinance, dana pensiun, lembaga keuangan lainnya, perbankan, pasar modal. Hal tersebut dimaksudkan agar person in charge masing-masing perusahaan memahami persoalan teknisnya dan efektif dalam menjalankan layanan pengaduan konsumen ini.Diharapkan, Agustus 2014 nanti, sudah terbentuk unit pengaduan konsumen di OJK yang dibantu oleh person in charge dari masing-masing perusahaan. “Saat ini, unit itu sendiri masih dalam proses. Kami juga masih memberikan capacity building terhadap seluruh sumber daya manusianya. Road map-nya sudah selesai, tinggal kami komunikasikan ke masyarakat,” tutur Kusumaningtuti.Nelly Husnayati, Vice President Director & Chief Agency Officer Asuransi Jiwa Manulife Indonesia membeberkan, sedikitnya ada enam kendala yang dihadapinya dalam implementasi perlindungan konsumen di sektor perasuransian. Pertama, kesalahpahaman dari pemasaran produk (misselling). Kedua, kurang transparannya fitur produk yang ditampilkan dalam ilustrasi.“Ketiga, produk asuransi yang rumit, dan keempat, persaingan yang tidak sehat di antara para pelaku industri. Kelima, rendahnya pengertian atau kesadaran masyarakat mengenai asuransi dan terakhir, profesi pemasar asuransi yang belum populer,” ucapnya.Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia mengatakan, untuk merealisasikan perlindungan konsumen ini, perlu ada pelaksanaan dan pelaporan program edukasi konsumen, di samping pembentukkan unit penanganan pengaduan konsumen, termasuk penanganan pengaduan ke OJK.Kusumaningtuti menambahkan, untuk meningkatkan efektivitas penanganan pengaduan itu, Layanan Konsumen Terintegrasi OJK memperkenalkan sistem trackable dan traceable. Dengan sistem ini, konsumen dapat mengetahui perkembangan penanganan pengaduan yang telah disampaikan.“Lembaga jasa keuangan juga dapat menginformasikan status penanganan pengaduan yang berkaitan dengan instansinya. Pengaduan yang diterima dan difasilitasi penyelesaiannya oleh OJK adalah pengaduan yang tidak dapat diselesaikan antara konsumen dengan lembaga jasa keuangan,” pungkasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News