JAKARTA. Setelah lama dinanti, otoritas jasa keuangan (OJK) akhirnya menerbitkan peraturan tentang penerbitan dan persyaratan sukuk. Pokok penyempurnaan beleid nomor 18/POJK.4/2015 ini memuat tiga poin. Yakni, adanya pengaturan penyederhanaan dokumen pendaftaran bagi emiten yang akan menerbitkan sukuk. Yaitu, hanya perlu melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit selama dua tahun terakhir dalam prospektus. Kebijakan ini lebih ringan dibandingkan sebelumnya yang diwajibkan tiga tahun terakhir. Aturan ini hanya berlaku bagi emiten yang telah terdaftar di OJK. "Peraturan ini diharapkan dapat meringankan beban emiten tanpa mengurangi kualitas informasi," ujar Fadilah Kartikasasi, Direktur Pasar Modal Syariah OJK, Jakarta, Selasa (24/11). Selain itu, aturan ini juga mewajibkan adanya ahli syariah pasar modal sebagai tim ahli syariah yang memberikan pernyataan kesesuaian syariah atas sukuk yang diterbitkan oleh emiten. Fadilah optimistis, ketentuan ini dapat meningkatkan kepercayaan investor khususnya investor syariah dalam berinvestasi di sukuk. Disamping itu, aturan ini juga memuat adanya mengenai hak dan kewajiban investor dalam perjanjian perwaliamanatan sukuk. "Sehingga diperkirakan dapat meningkatkan perlindungan pada investor," ujar dia. Beleid tersebut menyebut emiten yang melakukan penawaran umum sukuk wajib menyusun perjanjian perwaliamanatan sukuk. Wali amanat ini mewakili kepentingan pemegang sukuk. Perjanjian tersebut diantaranya harus memuat uraian tentang akad yang menjadi dasar sukuk, uraian tentang aset dasar sukuk, penggunaan dana hasil penerbitan sukuk serta sumber dana yang digunakan untuk melakukan pembayaran bagi hasil, marjin atau imbal hasil sesuai karakterisitik akad syariah. Selain itu juga harus memuat besaran nisbah pembayaran bagi hasil, margin atau imbal hasil, jaminan serta rencana jadwal dan tata cara pembagian ataupun pembayaran bagi hasil, margin atau imbal hasil. Aturan tersebut diundangkan 10 November 2015. Selain ketentuan tersebut, OJK juga menerbitkan lima POJK lain. Yakni, POJK terkait Ahli Syariah Pasar Modal, Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah di Pasar Modal, POJK terkait Penerbitan dan Persyaratan Efek Saham Syariah, POJK terkait Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana Syariah, dan POJK terkait Penerbitan dan Persyaratan EBA Syariah. Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga mengatakan aturan yang menyederhanakan dokumen pendaftaran bagi emiten yang menerbitkan sukuk akan berdampak positif terhadap suplai. Pasalnya, beleid tersebut akan mendorong emiten korporasi menerbitkan sukuk. "Aturan terkait adanya wali amanat juga dibutuhkan oleh pasar karena untuk menjaga kepentingan investor," tutur Desmon. Namun menurut dia, kewajiban adanya ahli pasar modal syariah tidak terlalu mendesak untuk diatur dalam peraturan anyar OJK. Dia menilai, keberadaan dewan syariah nasional (DNS) sudah cukup dalam penerbitan sukuk. Desmon mengatakan OJK perlu melakukan sejumlah relaksasi seperti adanya keberagaman akad. Selain itu juga perlunya membuat market maker lebih optimal seperti obligasi konvensional guna mendorong likuiditas pasar. "Perlu juga untuk mendorong agar sukuk korporasi bisa diakses oleh investor ritel karena selama ini lebih didominasi oleh investor institusi," kata Desmon. Tak hanya itu, menurut Desmon, OJK juga perlu terus mendorong edukasi agar penerbitan sukuk semakin ramai. Sementara itu, dia memperkirakan prospek sukuk hingga akhir tahun masih positif. Diperkirakan, total penerbitan sukuk korporasi hingga akhir tahun bisa mencapai Rp 3 triliun hingga Rp 5 triliun. OJK mencatat total penerbitan sukuk sepanjang 2015 hiingga 6 November mencapai Rp 1,56 triliun sebanyak enam penrbitan. Adapun nilai outstanding mencapai Rp 8,28 triliun dengan jumlah 41 penerbitan. Nilai outstanding tersebut baru 3,3% per 9 November dari total aset industri keuangan syariah. Beri insentif Pemerintah sebelumnya juga telah memberikan insentif terhadap industri sukuk melalui peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2014 tentang pungutan oleh OJK yang diterbitkan 12 Februari 2014 lalu. Aturan itu menyebutkan besaran pungutan sukuk hanya sekitar 0,05% dari nilai emisi dengan makssimal Rp 150 juta dan mulai berlaku tahun ini. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan besar pungutan penerbitan obliigasi konvensional yang sebesar 0,05% dari nilai emisi dan maksimal Rp 750 juta. "Sehingga apabila perusahaan menerbitkan sukuk sebesar Rp 1,5 triliun, maka cukup membayar pungutan Rp 150 juta atau mendapat diskon apabila dibandingkan dengan konvensional," tutur Fadilah. Namun, Fadilah mengakui belum banyak emiten yang memahami diskon penerbitan sukuk tersebut. Fadilah mengatakan nantinya juga akan diterbitkan peraturan pemerintah yang memberikan insentif bagi industri sukuk. Tak hanya sukuk, peraturan pemerintah tersebut juga akan mengatur mengenai industri syariah lain seperti perbankan dan industri keuangan non bank (IKNB). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
OJK longgarkan penerbitan sukuk
JAKARTA. Setelah lama dinanti, otoritas jasa keuangan (OJK) akhirnya menerbitkan peraturan tentang penerbitan dan persyaratan sukuk. Pokok penyempurnaan beleid nomor 18/POJK.4/2015 ini memuat tiga poin. Yakni, adanya pengaturan penyederhanaan dokumen pendaftaran bagi emiten yang akan menerbitkan sukuk. Yaitu, hanya perlu melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit selama dua tahun terakhir dalam prospektus. Kebijakan ini lebih ringan dibandingkan sebelumnya yang diwajibkan tiga tahun terakhir. Aturan ini hanya berlaku bagi emiten yang telah terdaftar di OJK. "Peraturan ini diharapkan dapat meringankan beban emiten tanpa mengurangi kualitas informasi," ujar Fadilah Kartikasasi, Direktur Pasar Modal Syariah OJK, Jakarta, Selasa (24/11). Selain itu, aturan ini juga mewajibkan adanya ahli syariah pasar modal sebagai tim ahli syariah yang memberikan pernyataan kesesuaian syariah atas sukuk yang diterbitkan oleh emiten. Fadilah optimistis, ketentuan ini dapat meningkatkan kepercayaan investor khususnya investor syariah dalam berinvestasi di sukuk. Disamping itu, aturan ini juga memuat adanya mengenai hak dan kewajiban investor dalam perjanjian perwaliamanatan sukuk. "Sehingga diperkirakan dapat meningkatkan perlindungan pada investor," ujar dia. Beleid tersebut menyebut emiten yang melakukan penawaran umum sukuk wajib menyusun perjanjian perwaliamanatan sukuk. Wali amanat ini mewakili kepentingan pemegang sukuk. Perjanjian tersebut diantaranya harus memuat uraian tentang akad yang menjadi dasar sukuk, uraian tentang aset dasar sukuk, penggunaan dana hasil penerbitan sukuk serta sumber dana yang digunakan untuk melakukan pembayaran bagi hasil, marjin atau imbal hasil sesuai karakterisitik akad syariah. Selain itu juga harus memuat besaran nisbah pembayaran bagi hasil, margin atau imbal hasil, jaminan serta rencana jadwal dan tata cara pembagian ataupun pembayaran bagi hasil, margin atau imbal hasil. Aturan tersebut diundangkan 10 November 2015. Selain ketentuan tersebut, OJK juga menerbitkan lima POJK lain. Yakni, POJK terkait Ahli Syariah Pasar Modal, Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah di Pasar Modal, POJK terkait Penerbitan dan Persyaratan Efek Saham Syariah, POJK terkait Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana Syariah, dan POJK terkait Penerbitan dan Persyaratan EBA Syariah. Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga mengatakan aturan yang menyederhanakan dokumen pendaftaran bagi emiten yang menerbitkan sukuk akan berdampak positif terhadap suplai. Pasalnya, beleid tersebut akan mendorong emiten korporasi menerbitkan sukuk. "Aturan terkait adanya wali amanat juga dibutuhkan oleh pasar karena untuk menjaga kepentingan investor," tutur Desmon. Namun menurut dia, kewajiban adanya ahli pasar modal syariah tidak terlalu mendesak untuk diatur dalam peraturan anyar OJK. Dia menilai, keberadaan dewan syariah nasional (DNS) sudah cukup dalam penerbitan sukuk. Desmon mengatakan OJK perlu melakukan sejumlah relaksasi seperti adanya keberagaman akad. Selain itu juga perlunya membuat market maker lebih optimal seperti obligasi konvensional guna mendorong likuiditas pasar. "Perlu juga untuk mendorong agar sukuk korporasi bisa diakses oleh investor ritel karena selama ini lebih didominasi oleh investor institusi," kata Desmon. Tak hanya itu, menurut Desmon, OJK juga perlu terus mendorong edukasi agar penerbitan sukuk semakin ramai. Sementara itu, dia memperkirakan prospek sukuk hingga akhir tahun masih positif. Diperkirakan, total penerbitan sukuk korporasi hingga akhir tahun bisa mencapai Rp 3 triliun hingga Rp 5 triliun. OJK mencatat total penerbitan sukuk sepanjang 2015 hiingga 6 November mencapai Rp 1,56 triliun sebanyak enam penrbitan. Adapun nilai outstanding mencapai Rp 8,28 triliun dengan jumlah 41 penerbitan. Nilai outstanding tersebut baru 3,3% per 9 November dari total aset industri keuangan syariah. Beri insentif Pemerintah sebelumnya juga telah memberikan insentif terhadap industri sukuk melalui peraturan pemerintah nomor 11 tahun 2014 tentang pungutan oleh OJK yang diterbitkan 12 Februari 2014 lalu. Aturan itu menyebutkan besaran pungutan sukuk hanya sekitar 0,05% dari nilai emisi dengan makssimal Rp 150 juta dan mulai berlaku tahun ini. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan besar pungutan penerbitan obliigasi konvensional yang sebesar 0,05% dari nilai emisi dan maksimal Rp 750 juta. "Sehingga apabila perusahaan menerbitkan sukuk sebesar Rp 1,5 triliun, maka cukup membayar pungutan Rp 150 juta atau mendapat diskon apabila dibandingkan dengan konvensional," tutur Fadilah. Namun, Fadilah mengakui belum banyak emiten yang memahami diskon penerbitan sukuk tersebut. Fadilah mengatakan nantinya juga akan diterbitkan peraturan pemerintah yang memberikan insentif bagi industri sukuk. Tak hanya sukuk, peraturan pemerintah tersebut juga akan mengatur mengenai industri syariah lain seperti perbankan dan industri keuangan non bank (IKNB). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News