KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) luncurkan kajian pemanfaatan teknologi di sektor asuransi. Digadang-gadang, ini demi meningkatkan penilaian risiko dan pengurangan risiko pemegang polis. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan pemanfaatan ini bisa digunakan untuk perluas jangkauan dan layanan serta mencegah mis-selling dalam proses pemasaran produk, seperti analisis big data dan kecerdasan buatan untuk memastikan kesesuaian produk yang ditawarkan dengan profil, preferensi, dan kebutuhan pempol. “Bukan hanya dari sisi pemasaran saja, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas layanan purna jual, khususnya untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam proses penyelesaian klaim, pembayaran manfaat asuransi, dan memungkinkan penanganan keluhan secara lebih cepat,” ujarnya melalui keterangan resmi, Kamis (14/12).
Baca Juga: OJK Sebut Pinjol Harus Bertanggung Jawab Bila Penagih Lalai, Begini Respons Pemain Ogi menjelaskan, hingga 2030, nilai perkiraan ekonomi digital Indonesia mencapai lebih dari US$ 200 hingga US$ 300 miliar dan Indonesia memiliki 215 juta pengguna internet atau 77% dari populasi. “Oleh karena itu, perusahaan asuransi perlu beradaptasi di era digitalisasi dan menentukan langkah-langkah strategis untuk dapat bertransformasi dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam mendukung implementasi proses bisnis mereka guna meningkatkan kualitas layanan kepada konsumen,” jelasnya. Chair OECD Insurance and Private Pensions Committee (IPPC) Yoshihiro Kawai menuturkan, teknologi dapat berkontribusi untuk mendorong pengurangan risiko pempol dengan meningkatkan kapasitas perusahaan asuransi dalam menilai risiko, yang dapat menetapkan harga secara lebih akurat, mengenali risiko secara lebih baik, dan mitigasi atau penanganan risiko yang lebih baik pula.