OJK meminta fintech peer to peer lending melaporkan transaksi keuangan ke PPATK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyarankan para pelaku fintech peer to peer lending tidak hanya melaporkan transaksi keuangannya ke OJK tetapi juga ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ini diperlukan untuk mengantisipasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) pada industri fintech di tanah air.

Deputi Komisoner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Imansyah mengatakan, selama ini lembaga keuangan melaporkan transaksi keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelaporan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun sayangnya aturan itu belum memasukan industri fintech sehingga perlu ditinjau ulang.

“Peraturan ini harus ditinjau atau diubah agar pelaku industri fintech masuk menjadi pihak pelapor,” kata Imansyah di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (30/4).


Ia mengharapkan revisi aturan tersebut memuat format petunjuk teknis pelaporan fintech kepada PPATK. Di sisi lain industri fintech masih kekurangan sumber daya dibandingkan lembaga keuangan lain. Maka itu ia menyarankan agar format pelaporannya dibuat secara simpel dan tidak rumit.

Misalnya, saja dengan meniru sistem pelaporan pada customer due diligence (CDD) dan know your customer (KYC) di perbankan yang dinilai lebih sederhana karena hanya memasukan informasi penting saja.

“Jadi tidak semua informasi dilaporkankan due diligence. Sementara di KYC juga dibuat sederhana tetapi tidak menurunkan level pelaporannya sendiri. Hal itu nantinya mau dibahas,” ungkap Imansyah.

Selama ini, OJK belum menemukan laporan terjadinya tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana pendanaan terorisme, terutama fintech yang terdaftar di OJK. Karena setiap fintech yang telah mengantongi izin dari otoritas wajib melaporkan transaksi keuangannya secara rutin sebagaimana Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/2016 dan POJK Nomor 37/2018.

“Tidak berani mereka melakukannya karena ada kode etik asosiasi fintech. Kalau ada pelaporan melalui asosiasi, sedangkan di POJK 77 memberikan sanksi bagi yang tidak melapor seperti tidak diakui lagi,” kata dia.

Namun yang menjadi masalah adalah fintech ilegal. Dengan iming-iming pinjaman cepat, fintech ilegal ini bisa menyalahgunakan data nasabah dan berpotensi merugikan lembaga keuangan lain. Oleh karenanya ia meminta masyarakat waspada untuk tidak mengunakan layanan fintech yang tidak terdaftar di OJK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat