OJK Mendorong Industri Asuransi Berkontribusi Lebih Besar ke Perekonomian Nasional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), khususnya asuransi saat ini menghadapi berbagai risiko dan tantangan yang terus berkembang. Tidak hanya faktor eksternal seperti ketidakpastian makroekonomi dan fluktuasi kondisi global, juga oleh faktor internal seperti tata kelola perusahaan yang semakin ketat.

Beberapa tahun terakhir, regulasi di sektor ini semakin diperketat. Perusahaan asuransi dwajib memiliki sistem tata kelola yang mampu menjawab tantangan-tantangan terbaru. Budaya organisasi yang etis dan berorientasi pada akuntabilitas juga menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik dan menjaga reputasi industri.

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara mengatakan, sejalan perubahan regulasi, pihaknya mengajak industri asuransi untuk melakukan transformasi melalui penguatan permodalan, tata kelola, dan manajemen risiko. Hal ini berangkat dari kondisi industri asuransi Indonesia yang masih relatif rendah dalam hal densitas, penetrasi terhadap produk domestik bruto, hingga literasi dan inklusi.


Sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi pemerintah baru yang cukup tinggi, peran sektor keuangan sebagai penyedia pendanaan bagi dunia usaha menjadi penting. Namun, dibandingkan negara-negara maju, pendanaan di Indonesia masih dominan dari sektor perbankan daripada asuransi, dana pensiun, dan fund manager.

Melalui peta jalan yang disusun, densitas asuransi ditargetkan mencapai 2,4 juta rupiah pada 2027. Selain itu salah satu fokus OJK dalam penguatan dan pengembangan sektor asuransi adalah dari sisi permodal dan transformasi tata kelola di sektor perasuransian, penjaminan dan dana pensiun (PPDP) melalui penerbitan POJK Nomor 23 tahun 2023. Di samping itu, Implementasi PSAK 117 dalam rangka penguatan modal terus berjalan.

Baca Juga: Penguatan Tata Kelola Dana Pensiun

"Kami harapkan pada tahun 2025 sudah sepenuhnya jalan dan kajian perhitungan risk based capital (RBC) menjadi lebih menggambarkan tingkat solvabilitas. Hal ini demi mendorong perusahaan asuransi dapat berkontribusi lebih pada pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Mirza, saat IFG Conference 2024, Selasa (15/10).

Asisten Deputi Bidang Jasa Asuransi dan Dana Pensiun Kementerian BUMN, Hendrika Nora Osloi Sinaga menyatakan, industri asuransi sedang menghadapi perubahan besar yang dipengaruhi oleh faktor makro ekonomi, faktor mikro, faktor teknologi, perubahan perilaku konsumen, serta risiko-risiko baru yang muncul, yang tidak terprediksi sebelumnya. Namun, di balik setiap perubahan ini, terdapat pula peluang besar yang bisa dimanfaatkan. 

Direktur Utama IFG, Hexana Tri Sasongko menjelaskan, konferensi tahunan ketiga Indonesia Financial Group (IFG) ini untuk memperkuat industri asuransi agar dapat berkontribusi lebih signifikan pada perekonomian nasional.

"IFG menggelar acara ini sebagai wadah bagi para pembuat kebijakan, pelaku industri, asosiasi dan pemangku kepentingan lain, untuk berdiskusi serta memberikan solusi dalam menghadapi tantangan saat ini dan masa depan terkait pengembangan industri asuransi di Indonesia," kata Hexana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian