OJK mengawasi aksi pembajakan bankir



JAKARTA. Tidak cuma berebut likuiditas, praktik bajak-membajak sumberdaya manusia (SDM) di sektor perbankan masih berlangsung. Bahkan, saat ini semakin marak. Praktik itu mulai memicu keresahan karena saat SDM itu berlabuh ke bank lain dengan membawa serta nasabah.

Sejatinya, pengawas perbankan yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mengharamkan praktik pembajakan SDM tersebut. Namun, keluhan sejumlah bankir mendorong OJK untuk mengawasi lebih ketat praktik itu. OJK pun menilai aksi bajak-membajak SDM itu tidak beretika sehingga perlu ada panduan kode etik pengalihan SDM.

Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, mengatakan, persoalan bajak-membajak pegawai bank terjadi karena tenaga yang ahli di bidang perbankan terbatas.Kondisi ini tidak sebanding dengan pertumbuhan bisnis perbankan yang melaju kencang. "Kami tidak melarang, tetapi harus ada konsultasi antara kedua belak pihak.


Misalnya saling menyampaikan akan mengakuIsisi karyawannya. Jangan di belakang layar," kata Muliaman, beberapa waktu lalu. Rencananya, OJK bakal berkomunikasi dengan Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) dan Himpunan Bank Umum Negara (Himbara) perihal penyediaan atawa pasokan SDM.

Kendati meresahkan, kalangan bankir menganggap aksi bajak-membajak lumrah terjadi. Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri, menyampaikan, OJK tidak perlu melarang aksi pembajakan SDM perbankan. "Di Mandiri ada tarik-menarik pegawai, tapi jumlahnya tidak besar. Dampaknya tidak signifikan terhadap kinerja bank karena perpindahan tenaga kerja tidak secara massal," tutur dia.

Nah, jika ada bank lain yang memboyong pegawai Mandiri dalam jumlah besar dan mengganggu kinerja, Budi biasanya menghubungi pejabat bank yang membajak itu. Achmad Baequni, Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengaku, pegawai yang ahli di bidang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kerap menjadi incaran bank lain. Alasannya, tenaga ahli di bidang tersebut sangat minim.

"Itu terjadi karena jumlah tenaga kerja yang minim, jadi bank akan saling bajak-membajak daripada membangun tenaga kerja," ucap Baequni. Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC NISP, mengakui, turn over pegawai di bank yang dipimpinnya sangat tinggi. Atas dasar itulah, dia punya perhatian khusus.

"Strategi kami adalah orang yang bekerja di OCBC NISP tidak hanya bergabung karena kompensasi semata, tapi ada keselarasan, maupun rasa memiliki," terang dia. Asal tahu saja, aksi bajak-membajak pernah meresahkan industri asuransi beberapa tahun lalu.

Belakangan, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) turun tangan dengan menerbitkan standar praktik dan kode etik (SKPE) tentang denda hingga Rp 300 juta terhadap pembajakan agen asuransi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina