OJK Mengevaluasi Sejumlah Aturan Asuransi Kredit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan perbaikan terhadap beberapa Peraturan (POJK) di industri jasa keuangan non bank (IKNB) khususnya di lini usaha asuransi.

Salah satunya pengaturan terkait asuransi kredit, di mana selama ini dinilai tak sehat sehingga dianggap memberatkan industri asuransi di Tanah Air.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Ogi Prastomiyono menyebut, OJK tengah mengevaluasi asuransi kredit yang berkembang saat ini.


“Bukan hanya oleh asuransi umum, tetapi asuransi jiwa juga melakukan penutupan terhadap asuransi kredit walaupun dengan pola yag berbeda,” ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Selasa (4/7).

Baca Juga: OJK Catat Perkembangan Pendapatan di Sektor IKNB

Ogi menjelaskan, evaluasi yang dilakukan oleh OJK antara lain tingkat premi asuransi kredit. Sebab, kata dia, saat ini tingkat premi tersebut tidak mampu menutup klaim yang dilakukan oleh bank-bank, di mana mereka menutup asuransinya.

“Pada intinya menyangkut beberapa hal yang dievaluasi pertama tingkat premi asuransi kreditnya itu yang akan kita review, karena saat ini tidak mampu menutup klaim,” jelasnya.

Kemudian, lanjut Ogi, akan ada pembagian ulang (resharing) di mana risiko pertanggungan tidak 100% ditransfer ke perusahaan asuransi, akan tetapi ada jumlah tertentu yang akan ditanggung oleh bank.

“Di bank ada jumlah tertentu sekitar 20% atau 30% untuk ditanggung oleh bank dan yang ditransfer sebagian,” kata Ogi.

Ogi mengungkapkan, selain itu jangka waktu juga akan dibatasi tidak sampai 15 tahun atau 20 tahun. Berikutnya, kata dia, biaya untuk akuisisi yang dinilai terlalu besar juga akan di atur ulang di dalam POJK tersebut.

“Kami berharap bahwa POJK ini akan membuat industri perasuransian akan semakin sehat dan bisa membantu transfer risiko dari perbankan secara wajar dan dicover oleh perusahaan asuransi yang memiliki produk asuransi kredit,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto mengatakan indikator klaim di asuransi kredit 90% terjadi lantaran adanya ketidakmampuan untuk membayar karena sebab apapun.

“Untuk menekan atas melonjaknya asuransi kredit adalah dengan memitigasi risiko melalui perbaikan harga hingga koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti bank maupun leasing, serta ekosistem di asuransi kredit,” ujarnya kepada Kontan.co.id.

Asal tahu saja, berdasarkan data AAUI klaim asuransi kredit di kuartal I 2023 meningkat 53,1% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 2,94 triliun atau berkontribusi 29,6% dari total klaim dibayar.

Baca Juga: Indonesia Re Berupaya Tekan Klaim Asuransi yang Naik, Ini Strateginya

Bern mengatakan, dibutuhkan adanya standarisasi terkait terminologi asuransi kredit, jenis produk asuransi kredit, aturan tingkat premi dari setiap produk, proses bisnis dan transaksi, serta ketentuan lainnya.

“Pentingnya terdapat penjelasan risiko dan manajemen risiko yang spesifik bagi setiap produk asuransi kredit dikarenakan masing-masing produk memiliki risiko dan mitigasi yang berbeda,” katanya.

Selain itu, lanjut Bern, pentingnya aspek perlindungan konsumen, pemantauan praktik pasar, regulasi terkait treatment antara kreditur dan debitur, proses pengawasan dan pelaporan terhadap regulator.

Adapun aturan terkait asuransi kredit ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 124 /pmk.010/2008 tentang penyelenggaraan lini usaha asuransi kredit dan suretyship.

Kemudian, POJK No. 69/POJK.05/2016 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah.

Serta, POJK Nomor 5 Tahun 2023 tentang perubahan kedua atas peraturan otoritas jasa keuangan nomor 71/pojk.05/2016 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi