OJK mensyaratkan porsi pinjaman ke UMKM 20% untuk memperoleh izin usaha P2P lending



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pemain fintech peer to peer (P2P) lending menyalurkan pinjaman ke produktif yang menyasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menegah (UMKM) dengan porsi sebanyak 20% dari total pinjaman. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi  bilang, OJK akan menguji ketangguhan dan tingkat kecerdasan teknologi (artificial intelligence) fintech menyasar sektor ini.

"Penyelenggara  P2P lending diwajibkan minimal dapat menunjukkan  keandalan teknologi algoritma mereka dengan menujukkan porsi olahan database minimal  20% berasal dari sektor produktif. Dilihat pada sepanjang masa uji coba sampai dengan satu tahun periode usia maksimal pendaftaran," ujar Hendrikus kepada Kontan.co.id, akhir pekan.

Kata dia, ini merupakan salah satu komponen penting dalam penilaian kelayakan teknologi algoritma P2P lending pada saat pengajuan perizinan. Artinya bila pemain P2P lending belum menyalurkan pinjaman 20% ke sektor produktif yang menyasar UMKM maka OJK tidak akan mengeluarkan izin usaha.


Saat ini terdapat tujuh entitas P2P lending yang mendapatkan izin dari 113 entitas yang terdaftar di OJK. Ketujuh fintech itu adalah Tokomodal, UangTeman, Danamas, Investree, Amartha, Dompet Kita dan KIMO.

Hendrikus menyatakan, alasan wajib menyalurkan pinjaman 20% ke sektor produktif guna menguji keampuhan teknologi yang digunakan oleh P2P lending. Mengingat pelaku usaha  UMKM di berbagai pelosok daerah menjalankan bisnis model yang sangat beragam. Selain itu pengusaha UMKM memiliki latar belakang kebutuhan dan budaya yang berbeda.

"Dalam hal ini diperlukan mesin analisis bigdata  yang kompleks yang diharapkan mampu melakukan profiling masa depan bisnis model UMKM. Termasuk  profiling perilaku pengusaha dan pelanggan di daerah-daerah," jelas Hendrikus.

Alasan lainnya, OJK ingin mendorong P2P lending untuk terus aktif dalam menyalurkan kredit produktif untuk meningkatkan kualitas distribusi dan keseimbangan kesejahteraan perekonomian masyarakat. Juga diharapkan mampu memperbaiki kinerja dan kualitas mesin artificial intelligence fintech lending di tanah air.

Memang lewat kecerdasan algoritma, pemain P2P lending melakukan ekspansi bisnis terutama terkait risiko. Ambil contoh risiko calon peminjam yang nantikan akan diberikan pinjaman oleh pemberi pinjaman harus terukur dengan jelas.

Hingga Mei 2019, OJK mencatat akumulasi pinjaman lewat fintech P2P lending  sebesar Rp 41,04 triliun. Nilai ini tumbuh 81,11% dibandingkan akhir tahun lalu atau year to date (ytd) di 2018 sebesar Rp 22,66 triliun.

"Pada saat ini, pinjaman ke sektor produktif dan konsumtif berjalan berimbang, sebab pendanaan sektor produktif dan pendanaan sektor konsumtif dalam siklus perekonomian memang saling terkait," tutur Hendrikus.

Ia menambahkan lewat dukungan teknologi pinjam meminjam, P2P lending mampu melayani kebutuhan pendanaan pada kedua sektor ini secara simultan. Ia menilai kurang relevan untuk dipertentangkan sektor produktif maupun konsumtif tanpa mengaitkannya dengan tujuan utama peningkatan kualitas mesin cerdas buatan. Lantaran inilah yang merupakan motor penggerak utama platform P2P lending.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat