OJK menyetujui pengurangan kuorum RUPSLB SCPI



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)memberi sinyal positif atas rencana PT Merck Sharp Dohme Tbk (SCPI) menghapus pencatatan (delisting) saham di Bursa Efek Indonesia. OJK sudah menyetujui permohonan SCPI mengurangi syarat kuorum rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) dari 75% menjadi 65%.

Menurut Komisioner OJK Nurhaida ketentuan pengurangan syarat kuorum bisa dilakukan. Ini setelah OJK melihat perkembangan dua RUPSLB SCPI sebelumnya.

Agenda RUPSLB SCPI dua kali gagal karena kekurangan peserta. Pada RUPSLB pertama kuorum pemegang saham hanya terpenuhi 65,5%. Sementara, kuorum pemegang saham kedua hanya 71,4%.


Nurhaida melihat, upaya manajemen SCPI pada RUPSLB pertama dan kedua sudah maksimal. SCPI bahkan telah menggunakan jasa penyidik swasta dan pengumuman di surat kabar agar RUPSLB memenuhi kuorum. Menurut Tan Gooi Cheen (Chris Tan), Presiden Direktur SCPI, beberapa waktu lalu, lebih dari 800 orang dari total 921 orang memiliki saham SCPI dalam jumlah kecil dan tak sampai satu lot atau odd lot.

SCPI juga sudah menaikkan harga penawaran tender (tender offer) saham publik di Rp 100.000 dari sebelumnya Rp 70.000 per saham. Beberapa pemegang saham mengaku meminta harga di Rp 500.000-Rp 600.000. Tapi manajemen tetap menawar di Rp 100.000.

Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI), Ito Warsito, menambahkan, pengurangan syarat kuorum pernah dilakukan oleh sejumlah emiten. "Kasus PT Aqua Golden Mississippi dulu sama ketika mengajukan voluntary delisting," ujar dia.

Menurut Ito, ada beberapa hal yang menyebabkan kuorum sulit tercukupi dalam sebuah RUPS. Pertama, jika saham sebuah perusahaan dipegang institusi asing. Biasanya, ada saham yang ketinggalan karena odd lot. Secara hukum itu merepresentasikan kepemilikan saham, tapi mungkin institusi tak menghiraukan.

Kedua, saham lama yang belum diubah dari bentuk warkat ke scriptless. Biasanya, ini terjadi untuk perusahaan yang sudah listing lama, seperti SCPI. Pemilik warkat saham itu bisa saja sudah meninggal tapi ahli warisnya tidak mau mengurus. "Secara hukum tetap pemegang saham tapi kalau mau dipanggil RUPS akan sulit hadir," tutur Ito.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana