JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji aturan main pemberian hadiah kepada nasabah bank oleh perbankan. Sebab, OJK menilai program tabungan berhadiah merupakan salah satu unsur penting yang turut membebani rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Bank Indonesia sebagai pengawas makro prudensial juga mengawasi praktik pemberian hadiah pada produk tabungan perbankan. Gubernur BI Agus DW Martowardojo menggarisbawahi, bahwa hadiah yang diberikan perbankan kepada nasabah di tengah ketatnya perebutan dana pihak ketiga (DPK), secara finansial dapat diperhitungkan menjadi bagian dari tingkat bunga yang ditawarkan. Menurut Agus, pemberian berhadiah berlebihan akan mempengaruhi tingkat bunga dengan berlebihan. Nah, hal ini akan menciptakan kondisi persaingan perbankan yang kurang sehat. "Jadi kami perlu melakukan pengawasan terhadap hal ini, sehingga secara all in (keseluruhan) sebetulnya berapa tinggi bunga yang ditawarkan perlu diperhitungkan," jelas Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat (7/3). Lebih lanjut Agus menjelaskan, persaingan dunia perbankan melibatkan seluruh bank baik kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I, II, III dan juga IV. Menurut Agus, bank dengan kategori BUKU IV atau modal inti di atas Rp 30 triliun, tentu tetap akan mampu memperoleh dana pihak ketiga (DPK) dengan tidak terlalu sulit meski kondisi likuiditas mengalami pengetatan. Namun, kondisi likuiditas yang ketat tentu akan dihadapi secara berbeda oleh bank dengan kategori BUKU I. Kondisi pengetatan likuiditas, bisa cukup memberatkan. Nah, jika bank kategori BUKU IV dapat menjanjikan nasabah baru hadiah, tentu tidak demikian halnya dengan bank kategori BUKU I. Di sinilah, bank sentral menilai dapat terjadi persaingan yang tidak seimbang di industri perbankan dalam merebut minat nasabah untuk menambah likuiditas bank. "Tetapi kami tetap mendorong adanya persaingan yang sehat dan tidak sampai pemberian hadiah itu menjadi persaingan yang tidak sehat," kata Agus.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BI: Pemberian hadiah tidak menyehatkan bank
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji aturan main pemberian hadiah kepada nasabah bank oleh perbankan. Sebab, OJK menilai program tabungan berhadiah merupakan salah satu unsur penting yang turut membebani rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Bank Indonesia sebagai pengawas makro prudensial juga mengawasi praktik pemberian hadiah pada produk tabungan perbankan. Gubernur BI Agus DW Martowardojo menggarisbawahi, bahwa hadiah yang diberikan perbankan kepada nasabah di tengah ketatnya perebutan dana pihak ketiga (DPK), secara finansial dapat diperhitungkan menjadi bagian dari tingkat bunga yang ditawarkan. Menurut Agus, pemberian berhadiah berlebihan akan mempengaruhi tingkat bunga dengan berlebihan. Nah, hal ini akan menciptakan kondisi persaingan perbankan yang kurang sehat. "Jadi kami perlu melakukan pengawasan terhadap hal ini, sehingga secara all in (keseluruhan) sebetulnya berapa tinggi bunga yang ditawarkan perlu diperhitungkan," jelas Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat (7/3). Lebih lanjut Agus menjelaskan, persaingan dunia perbankan melibatkan seluruh bank baik kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) I, II, III dan juga IV. Menurut Agus, bank dengan kategori BUKU IV atau modal inti di atas Rp 30 triliun, tentu tetap akan mampu memperoleh dana pihak ketiga (DPK) dengan tidak terlalu sulit meski kondisi likuiditas mengalami pengetatan. Namun, kondisi likuiditas yang ketat tentu akan dihadapi secara berbeda oleh bank dengan kategori BUKU I. Kondisi pengetatan likuiditas, bisa cukup memberatkan. Nah, jika bank kategori BUKU IV dapat menjanjikan nasabah baru hadiah, tentu tidak demikian halnya dengan bank kategori BUKU I. Di sinilah, bank sentral menilai dapat terjadi persaingan yang tidak seimbang di industri perbankan dalam merebut minat nasabah untuk menambah likuiditas bank. "Tetapi kami tetap mendorong adanya persaingan yang sehat dan tidak sampai pemberian hadiah itu menjadi persaingan yang tidak sehat," kata Agus.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News