OJK: Perbankan bakal diizinkan memiliki lebih dari satu bank tanpa merger



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan saat ini pihaknya tengah menggodok aturan terkait kepemilikan tunggal perbankan alias single presence policy (SPP).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan aturan tersebut merupakan revisi dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 39/POJK.03/2017 tentang kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia. Rencananya, revisi aturan tersebut akan dikeluarkan paling lambat akhir tahun 2019.

Baca Juga: OJK: Pembiayaan tunai multifinance naik 20,69%


Menurut Heru, dalam revisi aturan tersebut nantinya perbankan diperbolehkan memiliki lebih dari satu bank tanpa harus melakukan penggabungan alias merger.

"Kalau dulu, begitu pemiliknya sama harus merger. Sekarang tidak seperti itu lagi," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Sabtu (17/8). Lewat perubahan aturan ini pihaknya berharap bank-bank besar menjadi lebih tertarik untuk mengakuisisi bank-bank kecil untuk memperluas cakupan bisnis dalam lingkup grup alias holding.

Ia mencontohkan, bank besar nantinya diperbolehkan untuk mengakusisi bank kecil untuk difokuskan ke segmen tertentu.

"Bank kecil ini nanti bisa dijadikan bank khusus, misalnya digital, wealth management, kredit usaha rakyat (KUR) atau segmen ritel tanpa harus melakukan merger," terangnya. Pertimbangan OJK tak lain disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi yang terjadi saat ini terutama dalam industri perbankan.

Menurut pemantauan OJK, bank dengan modal mini seperti bank umum kelompok usaha (BUKU) I dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun kesulitan untuk mengembangkan teknologi perbankan digital (digital banking).

Baca Juga: Direkur BCA Ini Beli Saham BCA Mumpung Harganya Turun

"Sekarang ini trennya berubah, nasabah loyal ke smartphone. Kalau tidak lakukan pengembangan, bank kecil nanti ketinggalan," lanjutnya.

Selain itu, pihaknya juga memandang beberapa bank besar tidak begitu tertarik untuk membeli bank kecil jika harus melakukan merger. Pasalnya dari sisi bisnis, hal tersebut tidak memberikan dampak yang cukup besar.

"Kalau bank besar beli bank kecil dan langsung merger tentu tidak akan ada manfaatnya. Lebih baik menjadi bank fokus," kata Heru.

Lebih lanjut, OJK menyatakan hal tersebut masih dalam proses pengkajian dan pemenuhan beberapa aspek hukum. Bila tak ada aral melintang, aturan teranyar ini akan meluncur dalam waktu dekat.

Salah satu bank yang kemungkinan akan merasakan langsung revisi POJK tersebut yakni PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Pasca memborong saham PT Bank Royal Indonesia (Bank Royal), bank swasta terbesar ini memang sudah berniat untuk mendorong anak usaha barunya tersebut masuk ke pasar kredit digital.

Baca Juga: Ekonomi dinilai membaik, bank ancang-ancang perkuat modal

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menjelaskan pihaknya saat ini tengah melakukan proses transformasi bisnis Bank Royal, bahkan sebelum revisi POJK SPP dikeluarkan. "Sedang proses perizinan, sedang melengkapi data yang diperlukan," ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (18/8). Strategi ini bisa jadi merupakan cara BCA untuk meredam terpaan perusahaan teknologi finansial (Tekfin/Fintech) khususnya peer to peer landing (P2P).

Sebab, BCA sebagai salah satu bank terbesar di Tanah Air memiliki kelebihan dari sisi database, serta tingkat kehati-hatian yang jauh lebih tinggi dibandingkan fintech pada umumnya. Sebagai informasi saja, pada pertengahan April 2019 lalu BCA bersama anak usahanya BCA Finance membeli seluruh saham PT Bank Royal Indonesia dari PT Royalindo Investa Wijaya, Leslie Soemadi, Ibrahim Soemadi, Nevin Soemadi dan Ko Sugiarto.

Berdasarkan perjanjian, BCA dan BCA Finance akan membeli sebanyak 2,87 juta saham Bank Royal yang mewakili seluruh modal yang telah ditempatkan dan disetor oleh para pemegang saham Bank Royal. Dalam memuluskan rencananya tersebut, setidaknya BCA sudah merogoh kocek sebanyak Rp 1 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini