OJK: perbankan harus geber kredit investasi



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginstruksikan perbankan nasional meningkatkan penyaluran kredit investasi. Prioritasnya adalah kredit ke sektor manufaktur, energi dan infrastruktur. Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Darmansyah Hadad, mengatakan perlu menggenjot pembiayaan ke tiga sektor tersebut demi memperbarui dan merevitalisasi kapasitas perindustrian, sehingga dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi.

Memang, porsi kredit di ketiga segmen itu sangat kecil terhadap total kredit perbankan. Lihat saja, per November 2013, OJK mencatat kredit energi hanya 2,44% dari total kredit perbankan sebesar Rp 3.241,04 triliun. Sedangkan kredit infrastruktur yang terdapat di sektor manufaktur menyumbang 3,63% total kredit.

Dari sisi pertumbuhan, kredit energi yang termasuk dalam listrik, gas dan air tercatat tumbuh 17,91% year-on-year menjadi Rp 79,21 triliun pada November 2013. Kemudian kredit infrastruktur yang termasuk dalam sektor manufaktur, tumbuh 19% year-on-year menjadi senilai Rp 117,80 triliun per November 2013.


Risiko NPL

Roy A Arfandy, Direktur Wholesale Banking Bank Permata, mengatakan tahun ini Bank Permata akan memprioritaskan kredit ke sektor manufaktur. Sedangkan pinjaman ke sektor energi dan infrastruktur sangat selektif. Bank Permata menyeleksi ketat demi menjaga kualitas alias menghindari kenaikan rasion kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL). "Kami akan menjaga agar eksposur kredit tiap sektor tidak lebih dari 10% dari total kredit kami," kata Roy, kepada KONTAN, Selasa (28/1).

Untuk kredit manufaktur, misalnya, Bank Permata memiliki beberapa komitmen yang siap mengucur secara bilateral. Pada kredit infrastruktur, ada dua komitmen pinjaman di sektor telekomunikasi dan produksi baja yang siap disalurkan. Direktur Korporasi BanK Central Asia (BCA), Dahlia Mansor Ariotedjo, mengaku pihaknya telah menyalurkan kredit ke sektor manufaktur, energi dan infrastruktur.

"Dalam waktu dekat, kami akan mengucurkan kredit ke sejumlah perusahaan," kata dia. Sektor yang dibidik BCA adalah pembangunan jalan tol, bandara dan pelabuhan. Catatan OJK, di sektor energi, nilai NPL per November lalu sebesar Rp 606 miliar atau naik 95% ketimbang periode sama tahun sebelumnya di Rp 310 miliar. Nasib sama terjadi di sektor infrastruktur. Kredit bermasalah di sektor ini sebesar Rp 4,43 triliun, naik 14% daripada periode yang sama di tahun sebelumnya Rp 3,87 triliun.

Kondisi ini berbeda dibandingkan kredit konsumsi. Sebut saja, NPL kredit kendaraan bermotor (KKB) Rp 859 miliar atau menyusut 22% dari sebelumnya Rp 1,1 triliun di akhir November 2012.

Selera perbankan terhadap kredit konsumsi juga terlihat lewat suku bunga. Rata-rata suku bunga kredit investasi mendaki dari 11,25% menjadi 11,74%. Anehnya, bunga kredit konsumsi justru menipis dari 13,53% menjadi 13,12% per November 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina