KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perpanjangan restrukturisasi kredit hingga Maret 2023 membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengingatkan agar perbankan melakukannya sesuai dengan profil resiko masing-masing debiturnya. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, dalam perpanjangan restrukturisasi tersebut OJK juga mengedepankan penerapan manajemen resiko seperti yang sudah diatur dalam POJK 48 yang terdiri dari empat substansi.
Pertama, kriteria debitur restrukturisasi yang layak mendapatkan perpanjangan harus dinilai mampu terus bertahan, masih memiliki prospek usaha, dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan.
"
Kedua, bank membentuk CKPN terhadap debitur-debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah diberikan restrukturisasi pada tahap pertama," kata Heru dalam paparan virtual, Rabu (8/9).
Ketiga, bank yang ingin bagi dividen harus mempertimbangkan ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi.
Keempat, melakukan stres testing dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas bank.
Baca Juga: BI dukung pengaturan perdagangan kripto ada di bawah Kemendag, ini respons Wamendag Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan, dengan menyiapkan pencadangan maka bank tidak akan mengalami kesulitan pada neraca keuangannya ketika kebijakan restrukturisasi kembali dinormalkan. Pembentukan CKPN bisa disesuaikan tergantung kemampuan masing-masing bank. OJK memperkirakan, NPL perbankan sampai akhir tahun akan tetap stabil dengan adanya restrukturisasi Covid-19. "NPL tidak akan lebih dai 5% tahun ini. Per Juli tercatat 3,5% dan ini masih dalam level yang wajar," kata Wimboh. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga telah terus melakukan pencadangan terhadap debitur restrukturisasi Covid-19. Hingga Juli 2021, BRI sudah mengalokasikan pencadangan sebesar Rp 78,3 triliun. Khusus untuk portofolio restrukturisasi Covid-19 saja mencapai Rp 23,7 triliun. Total outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 di BRI per Juli 2021 mencapai Rp 173,8 triliun, turun lebih kurang Rp 60 triliun dibandingkan kumulatif restrukturisasi Covid-19 sejak bulan Maret 2020.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 5,58% atau senilai Rp 9,7 triliun telah turun menjadi
non performing loan (NPL) hingga Juli. "Dengan pencadangan sebesar Rp 23,7 triliun, Agus menilai NPL
coverage ratio untuk portfolio kredit restrukturisasi Covid-19 terjaga di atas 240%," kata Agus Sudiarto, Direktur Manajemen Resiko BRI.
Editor: Anna Suci Perwitasari