JAKARTA. Kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan perumahan alias backlog masih sangat tinggi. Raharjo Adisusanto, Presiden Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) alias SMF menuturkan, bahwa backlog perumahan Indonesia saat ini mencapai 15 juta unit. Setiap tahunnya, akibat pertambahan penduduk Indonesia, kebutuhan perumahan bertambah 800.000 unit. “Ini angka yang cukup besar. Backlog perumahan selalu ada di negara-negara berkembang. Setiap tahun akan bertambah sekitar 800.000 unit,” ujar Raharjo dalam seminar “EBA-SP, Peluang dan Tantangan Pembiayaan Perumahan”, Selasa (20/1). Hal serupa juga digambarkan oleh Nurhaida, Ketua Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida. Dengan kebutuhan perumahan per tahun bertambah 800.000 unit, pemerintah saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 200.000 unit hingga 300.000 unit rumah. Alasannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak mencukupi. Oleh karena itu, Nurhaida menegaskan perlunya peran pihak swasta dalam memenuhi kesenjangan tersebut. Memang selama ini, lanjutnya, mayoritas pembiayaan perumahan berasal dari sektor perbankan. Tetapi, loan to deposit ratio (LDR) perbankan sudah mencapai 88,65%. “Jadi, butuh alternatif pembiayaan perumahan. Selama ini ada obligasi. Sekarang ada Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA SP),” ujarnya.
OJK: Perlu alternatif pembiayaan perumahan
JAKARTA. Kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan perumahan alias backlog masih sangat tinggi. Raharjo Adisusanto, Presiden Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) alias SMF menuturkan, bahwa backlog perumahan Indonesia saat ini mencapai 15 juta unit. Setiap tahunnya, akibat pertambahan penduduk Indonesia, kebutuhan perumahan bertambah 800.000 unit. “Ini angka yang cukup besar. Backlog perumahan selalu ada di negara-negara berkembang. Setiap tahun akan bertambah sekitar 800.000 unit,” ujar Raharjo dalam seminar “EBA-SP, Peluang dan Tantangan Pembiayaan Perumahan”, Selasa (20/1). Hal serupa juga digambarkan oleh Nurhaida, Ketua Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida. Dengan kebutuhan perumahan per tahun bertambah 800.000 unit, pemerintah saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 200.000 unit hingga 300.000 unit rumah. Alasannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak mencukupi. Oleh karena itu, Nurhaida menegaskan perlunya peran pihak swasta dalam memenuhi kesenjangan tersebut. Memang selama ini, lanjutnya, mayoritas pembiayaan perumahan berasal dari sektor perbankan. Tetapi, loan to deposit ratio (LDR) perbankan sudah mencapai 88,65%. “Jadi, butuh alternatif pembiayaan perumahan. Selama ini ada obligasi. Sekarang ada Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA SP),” ujarnya.