OJK sebut AJB Bumiputera mulai bermasalah sejak krisis 1998, begini ceritanya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus pengetatan likuiditas Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 terus bergulir. Tak sedikit yang menyalahkan bahwa lemahnya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap AJB Bumiputera yang menjadi wajah perasuransian jiwa Indonesia.

Akhirnya OJK angkat bicara mengenai polemik yang mendera perusahaan ini kepada Kontan.co.id. Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK Moch. Ichsanuddin menyatakan derita yang dialami oleh AJB Bumiputera merupakan akumulasi dari krisis di awal reformasi lalu.

Ia menyebut pada rentang 1997 - 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang diawali oleh melemahnya nilai tukar rupiah. Guna menyelamatkan perekonomian, pemerintah merestrukturisasi perbankan melalui skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hingga Rp 144,5 triliun.


"Ketika itu pengawas sektor non bank juga sudah mengusulkan bahwa ada juga industri perasuransian yang perlu diselamatkan. Berdasarkan World Bank pada 31 Desember 1997 ada perusahaan asuransi yang mengalami insolvensi atau defisit Rp 2,9 triliun," ujar Ichsanuddin kepada Kontan.co.id pada pekan lalu.

Namun kala itu pemerintah lebih fokus pada perbankan lantaran memiliki dampak sistemik. Sedangkan sektor non bank akan diselesaikan di kemudian hari.

Kendati demikian, regulator tetap memberitahukan hal ini kepada para pemegang pengendali di AJB Bumiputera yakni pemegang polis sendiri. Lantaran berdasarkan bentuk badan hukum usaha bersama alias mutual.

"Sewaktu itu pemegang polis masih di atas 7 juta orang. Ketika itu dilakukanlah penyehatan tahap pertama dalam rentang waktunya antara tahun 1997 -2002. Nah itu dilakukan dengan pengawasan yang lebih intensif, manajemen diawasi, BPA diwanti-wanti jangan sampai wanprestasi," jelas Ichsanuddin.

Namun Ia mengaku upaya tahap pertama ini tidak membuahkan hasil yang signifikan. Regulator mencatat hingga akhir tingkat insolvensi AJB Bumi putra hanya membaik menjadi Rp 2,7 triliun.

Lanjut Ichsanuddin tahap penyelamatan berikutnya berlangsung pada 2002 hingga 2010. Kemudian, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 504/KMK.06/2004 mengenai kesehatan perusahaan asuransi. 

Kala itu, diambil keputusan untuk melakukan penyelamatan dari pada likuidasi.  Namun hasil dari penyelamatan ini juga tidak membuahkan hasil yang optimal namun menambah tingkat insolvensi.

"Periode 2010 -2014 dilakukan dengan mekanisme financing reassurance (Finre). Artinya sebagian liabilitas AJB Bumiputera di reasuransikan dengan membayar premi. Sebagian kewajiban dilempar ke reasuransi sehingga membuat AJB Bumiputera menjadi lebih solven. Sampai di situ, AJB Bumiputera sempat selamat," tutur Ichsanuddin.

Ia menegaskan permasalahan AJB Bumiputera merupakan akumulasi yang cukup Panjang. Bukan kejadian yang serta merta baru terjadi. Kondisi AJB Bumiputera itu terjadi di banyak faktor, antara lain sistem Informasi Teknologi (IT) tidak memadai, kemudian soal SDM, hingga manajemen.

Lanjut Ichsanuddin, OJK terus memantau dan mengawasi kondisi AJB Bumiputera. Selain itu, Ia mengaku sebenarnya OJK memiliki beberapa opsi penyelamatan. Namun regulator tidak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi. Lantaran AJB Bumiputera berbadan hukum bersama atau mutual.

Saat ini, OJK tengah meminta AJB Bumiputera untuk mengajukan rencana bisnis jangka pendek, menengah, dan panjang yang mampu menyelamatkan pengetatan likuiditas perusahaan. Serta meminta Badan Perwakilan Anggota (BPA) pemegang polis untuk mengangkat direksi dan pengurus tetap yang memiliki wewenang mengambil keputusan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi