KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Zurich General Takaful Indonesia (Zurich Syariah) menyatakan dibutuhkan kesiapan dan strategi yang matang untuk merealisasikan pemisahan unit usaha syariah (UUS) alias spin off. Ini menanggapi pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut bahwa terdapat dua perusahaan asuransi yang tidak akan melakukan spin off UUS. Presiden Direktur Zurich Syariah, Hilman Simanjuntak menyampaikan memang industri asuransi telah diberikan fleksibelitas oleh regulator yang semula spin off dilakukan pada 2024 menjadi 2026. “Dari sini setiap perusahaan itu harus melakukan assesment apakah UUS-nya siap untuk spin off, pertimbangan yang harus dilihat adalah berapa besar bisnisnya kemudian apakah mereka siap untuk investasi,” ujarnya saat ditemui di Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (18/11).
Hilman menjelaskan bahwa ketika perusahaan memutuskan untuk spin off dan menjadi perusahaan sendiri tentu tidak bisa lagi bergantung dengan manajemen konvensional. Baca Juga: Manfaatkan Peluang, Bos Asuransi Tugu (TUGU) Kembali Borong Saham “Jadi tentunya mesti siap strateginya bagaimana, fokus bisnisnya seperti apa dan permodalannya, ditambah lagi ada persyaratan batas minimum permodalan yang baru termasuk syariah. Kalau memang ingin spin off UUS-nya harus benar-benar serius, kalau tidak direncanakan dengan matang itu akan sangat sulit,” jelasnya. Menilik Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pemisahan (spin off) Unit Syariah Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Di dalam baleid tersebut disebutkan bahwa perusahaan asuransi dan reasuransi yang memiliki unit usaha syariah (UUS) untuk melakukan spin off paling lambat pada 31 Desember 2026. Salah satu persyaratan yang perlu dipenuhi perusahaan asuransi dan reasuransi untuk spin off di antaranya, nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta unit syariah telah mencapai paling sedikit 50% dari total dana asuransi perusahaan induknya. Selain itu, ekuitas (modal) minimum unit syariah telah mencapai paling sedikit Rp 100 miliar bagi unit syariah perusahaan asuransi, dan Rp 200 miliar bagi unit usaha syariah perusahaan reasuransi.