KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 102 pemain
fintech lending yang sudah berizin OJK. Dari total tersebut, ada 22
fintech yang memiliki tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) di atas 5%. Selain itu, OJK juga melihat ada penurunan kinerja di beberapa
fintech P2P lending, bahkan ada tiga pemain
fintech lending yang memiliki ekuitas negatif. Organisasi yang mewadahi pelaku usaha
fintech peer-to-peer (P2P)
lending yaitu Asosiasi Pendanaan Fintech bersama Indonesia (AFPI) menyebut bahwa kehadiran industri
fintech lending memang memiliki tujuan baik untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.
Lebih lanjut, tujuan itu dilakukan dengan cara membuka akses keuangan seluas-luasnya bagi mereka yang tidak terlayani dan tidak tersentuh oleh layanan keuangan konvensional.
Baca Juga: OJK Pelototi Fintech dengan NPL di Atas 5% Akan tetapi, Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan, pertumbuhan industri fintech pendanaan ternyata juga dibayang-bayangi oleh peningkatan rasio kredit macet atau
non-performing loan (NPL). Kredit macet ini dikhawatirkan berpengaruh terhadap kepercayaan para investor atau pemberi pinjaman
(lender). "Padahal untuk penyaluran pinjaman kepada
borrower, industri
fintech pendanaan bersama cukup bergantung kepada kepercayaan pihak
lender," kata Adrian kepada Kontan.co.id, Kamis (8/12). Adrian menerangkan, sejumlah media nasional memberitakan peningkatan pinjaman macet di industri
fintech lending mencapai Rp 1,49 triliun per September 2022 atau meningkat 9,55% secara bulanan. Namun, kata Adrian, pinjaman macet per Oktober 2022 sedikit berkurang menjadi Rp 1,42 triliun. TWP90 Oktober sebesar 2,9%, turun dari 3,07% per September.
Baca Juga: OJK Sebut Kinerja Sejumlah Fintech Lending Menurun, Begini Tanggapan Pelaku Usaha Adrian mengungkapkan, AFPI sebagai asosiasi dari perusahaan
fintech lending berizin OJK menaruh perhatian serius terhadap fenomena ini. Pasalnya, tingkat kredit macet berpotensi memberikan dampak terhadap tingkat kepercayaan para pendana
(lender). "AFPI sedang analisis lewat studi internal, apakah beberapa platform dengan kredit macet tinggi punya pengaruh terhadap industri secara keseluruhan, alias apakah ada Efek Pareto atau tidak," kata dia. AFPI juga sedang melakukan kajian berbekal akumulasi data dari infrastruktur fintech data center (FDC). Proses ini telah berjalan sejak beberapa hari belakangan.
Baca Juga: Industri Modal Ventura akan Selektif Beri Pendanaan ke Startup di Tahun 2023 Adrian menuturkan, hal tersebut bertujuan untuk melihat apakah bayang-bayang kredit macet merupakan kesalahan platform itu sendiri, atau adanya segmen peminjam di industri tertentu yang harus diwaspadai. "Hasilnya, AFPI akan memberikan masukan kepada para penyelenggara. Misalnya, apakah harus ada
risk acceptance yang lebih ketat atau memang harus ada restrukturisasi terhadap
borrower tertentu," ujar Adrian. Seiring dengan hal ini, AFPI juga tengah mengkaji kemungkinan kolaborasi antara perusahaan asuransi dengan setiap penyelenggara
fintech lending. Asosiasi melihat tidak semua platform mampu untuk menerapkan proteksi pada setiap transaksinya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati