OJK semprit 37 fintech lending tak berizin



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak 37 perusahaan financial technology (fintech) berbasis peer to peer lending untuk segera mendaftarkan izin perusahaan dengan segera. Hal ini guna melindungi kepentingan konsumen.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan, pihaknya sudah memanggil perusahaan fintech pada 19 Februari lalu dan telah mengadakan pertemuan secara internal.

Tanpa menyebut 37 perusahaan fintech yang kena semprit itu, Tongam mengatakan, di pertemuan tersebut disepakati beberapa hal. Diantaranya, perusahaan tersebut wajib mendaftarkan perizinan ke OJK sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi.


Tongam menegaskan, ke-37 perusahaan fintech itu tidak boleh menjalankan bisnis sebelum izin keluar. "Perusahaan wajib menghentikan segala kegiatan usaha yang berlangsung," kata dia kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

OJK memberi waktu sampai perusahaan menyelesaikan administrasi perizinan. "Kami berikan batas waktu perusahaan untuk mendaftar paling lambat pada 5 Maret 2018," kata Tongam, Jumat (23/2).

Satgas Waspada Investasi telah memantau 37 perusahaan fintech P2P lending dan 58 aplikasi yang diduga ilegal dalam menjalankan kegiatan usaha. "Maka, demi melindungi kepentingan konsumen, Satgas mendesak agar perusahaan dengan segera melakukan pendaftaran agar bisa leluasa beroperasi secara legal di Indonesia," ujar Tongam.

Sampai saat ini, OJK tidak mengetahui alasan perusahaan fintech tersebut belum juga mendaftarkan diri ke OJK. Padahal, menurut Tongam, untuk mendaftar menjadi perusahaan P2P lending tidak sulit. "Kami mengganggap mereka harus punya itikad baik untuk mendaftar ke OJK," kata dia

OJK memberi syarat untuk mendaftarkan bisnis P2P lending. Pertama, perusahaan fintech lending wajib membentuk usaha yakni perseroan terbatas (PT) maupun koperasi. Menurut Tongam, kebanyakan perusahaan sudah membentuk badan usaha.

Setelah menjadi badan usaha, fintech diwajibkan mendaftarkan aplikasinya kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan mendaftarkan langsung ke OJK. Jika persyaratan telah dilengkapi, perusahaan hanya menunggu satu sampai dua hari kerja untuk mendapatkan izin dan tanpa biaya.

"Kami memantau terus perusahaan yang ilegal. Tidak menutup kemungkinan akan muncul lagi, tapi tetap terus kami awasi," ujar Tongam. Menurut dia, langkah tersebut bukan untuk menghambat pertumbuhan bisnis fintech lending.

Justru, apabila perusahaan sudah mengajukan izin akan lebih tertib dan akan lebih leluasa dalam menjalankan kegiatan usahanya. Prinsipnya, OJK mendorong pertumbuhan bisnis fintech agar berkembang. Hingga akhir Januari 2018, telah ada 32 fintech yang terdaftar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sofyan Hidayat