KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah kebocoran data memang bukanlah sesuatu yang baru di era digitalisasi seperti saat ini. Oleh karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memasukkan perlindungan data pribadi dalam salah satu poin di rancangan POJK terkait layanan digital perbankan. Dalam salah satu poinnya yang tercantum dalam pasal 23, bank wajib melaksanakan prinsip perlindungan data pribadi milik nasabah. Tak hanya itu, bank juga wajib menyediakan fitur bagi nasabah untuk mengetahui mitra bank yang dapat mengakses data dan informasi nasabah. Poin aturan tersebut juga mengatur bank memiliki fitur untuk memperbolehkan nasabah bisa menarik persetujuan pemrosesan data miliknya secara mandiri.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi melihat rancangan beleid tersebut masih belum mengadopsi UU 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Oleh karenanya, itu dikhawatirkan belum dapat memberikan perlindungan data secara maksimal.
Baca Juga: Memasuki Semester Kedua, Saham Perbankan Masih Berpotensi Menguat “Harus lebih lengkap lagi dengan mengacu UU tersebut,” ujar Heru. Lebih lanjut, Heru bilang penyedia layanan digital seharusnya tak hanya wajib menyediakan fitur tapi wajib menjamin kerahasiaan data pribadi semaksimal mungkin dengan dukungan teknologi dan tata kelola data di bank tersebut. Sementara itu, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan bilang aturan ini hanya semacam penegasan untuk menjadi payung hukum dan sebagai sebuah kewajiban. Trioksa bilang selama ini umumnya di perbankan sudah melindungi data pribadi nasabah karena di awal harus memberikan persetujuan terlebih dahulu untuk penggunaan data nasabah. Hanya saja, ia berpendapat aturan tersebut belum tentu menjaga kebocoran data. Di mana, aturan tersebut hanya memberikan informasi atau kesadaran kepada nasabahnya terkait data yang akan diberikan ke bank. “Untuk itu, bank tetap perlu mengantisipasi dari sisi internal berupa pengawasan internal dan sisi eksternal berupa keamanan data yang semakin baik,” ujar Trioksa. Dari sisi pelaku industri, Direktur IT & Digital Bank BTN Andi Nirwoto bilang pihaknya secara prinsip melaksanakan perlindungan data pribadi dalam melakukan pemrosesan data pribadi. Ia menambahkan pengembangan fitur tersebut telah diantisipasi berdasarkan budgetnya. Terlebih dalam rangka pemenuhan perlindungan konsumen di POJK 6/2022. “Budget capex IT tahun ini sekitar Rp 500 miliar,” ujar Andi. Lebih lanjut, Andi menyebut angka tersebut naik dari tahun lalu dan dari sisi alokasi di dalamnya ada prioritas yang berbeda. Dalam hal ini, porsi terkait security dan digital naik.
Baca Juga: Bakal Diatur OJK, Ini Bocoran Aturan Layanan Digital Perbankan “Persentase naik dari kisaran 35% hingga 40%, kini menjadi di atas 50%,” ujarnya.
Wakil Presiden Direktur Bank KB Bukopin Robby Mondong bilang selama ini Bank telah mengutamakan aspek perlindungan konsumen. Misalnya, adanya halaman persetujuan nasabah pada form syarat dan ketentuan untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan Bank memberikan informasi/penawaran produk (optional bagi nasabah). Ia menambahkan KB Bukopin telah membuat paket pengembangan aplikasi digital yang sudah mencakup seluruh pengembangan terkait aplikasi digital bank sehingga diestimasikan tidak ada penambahan capex. “Namun demikian tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan-pengembangan baru mengingat perkembangan digital yang sangat cepat sehingga akan timbul biaya baru,” tandasnya, Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi