OJK siapkan beleid manfaat baru dapen



JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menggodok perluasan manfaat dana pensiun. Penetrasi industri dana pensiun (dapen) yang masih tertinggal dibanding lembaga keuangan non bank lain, seperti asuransi dan multifinance menjadi pertimbangan perluasan manfaat dana pensiun.

Kian variatifnya manfaat yang bisa diberikan kepada peserta, tentu membuat daya tarik dapen mencari nasabah.

Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (IKNB OJK) Edy Setiadi bilang, perluasan manfaat dapen menjadi salah satu prioritas regulator di tahun ini dan diharapkan aturan mainnya bisa dirilis kuartal II ini. "Saat ini masih mengumpulkan pendapat dari pihak-pihak yang terkait," terang Edy beberapa waktu lalu.


Kisi-kisinya, perluasan manfaat tersebut akan terbagi dalam dua skema bergantung pada jenis peserta. Yakni perluasan manfaat bagi peserta aktif dan peserta yang sudah tergolong sebagai pensiunan.

Contohnya untuk peserta aktif, dana pensiun nantinya bisa menawarkan jenis manfaat di luar manfaat pensiun seperti yang ada saat ini. Sebut saja manfaat pendidikan, perumahan, hingga manfaat ibadah haji dan umroh.

Nur Hasan Kurniawan Wakil Ketua Perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (PDPLK) yakin, perluasan manfaat itu bisa menarik minat nasabah. Semisal bagi korporasi pemberi kerja yang dapat memberikan benefit bagi karyawannya.

Makin cepat aturan itu terbit, kata Nur Hasan, tentu semakin baik. Sebab, DPLK juga harus melakukan serangkaian persiapan sebelum mulai menawarkan kepada nasabah, terutama terkait soal edukasi.

Sebagai barang baru, edukasi mutlak diberikan kepada masyarakat. Selain itu, kian bertambahnya manfaat, dapen juga harus membuat lebih banyak formula. Sejumlah manfaat baru akan melibatkan lembaga keuangan lain, semisal industri asuransi.

Oleh sebab itu, dibutuhkan tenggat waktu sejak aturan terbit hingga pelaksanaan pemasaran kepada masyarakat. "Mungkin butuh sekitar enam bulan sampai dua belas bulan," prediksi Nur Hasan. Aset dapen sampai kuartal I 2016 tercatat Rp 220,1 triliun. Jumlah ini naik 6,5% dari akhir tahun 2015.

Pembedaan komisi

Selain manfaat yang diperbanyak, Nur Hasan juga mengharapkan aturan tersebut turut mengatur besaran fee pengelolaan dana di DPLK. Sebab, tanpa pengaturan komisi seperti yang terjadi saat ini, DPLK skala kecil terbilang ketinggalan.

Dengan besaran fee yang setara, calon peserta cenderung memilih DPLK dengan dana kelolaan besar. Akibatnya, selain kesempatan tumbuh menjadi tidak merata, penyebaran faktor risiko pun jadi tidak seimbang. "Sehingga kami usulkan untuk membagi besaran fee menjadi tiga kelompok berdasarkan aset," kata Nur Hasan.

Untuk DPLK beraset di bawah Rp 700 miliar, besaran fee diusulkan 0,5% per tahun. Lalu, DPLK beraset Rp 700 miliar–Rp 2,5 triliun diusulkan memungut komisi 0,7%. Adapun DPLK beraset di atas Rp 2,5 triliun, besaran fee diusulkan sebesar 0,9%.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini